Kewajiban Makmum Mengikuti Imam dari Segi Ucapan Maupun Perbuatan
Dalam melaksanakan sholat berjama’ah terkadang kebanyakan dari kita bingung mana yang harus diikuti oleh makmum terhadap Imam, apa dari segi perbuatan saja. Sehingga, ucapan atau bacaan dari makmum tidak usah diikuti atau harus mengikuti dua-duanya yakni ucapan dan perbuatan.
Oleh sebab itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai apa saja yang harus diikuti oleh makmum terhadap imam serta perbedaan pandangan diantara ulama’ mengenai apa yang harus diikuti tersebut sehingga, kita tidak bingung lagi dalam melaksanakan sholat berjama’ah.
Dalam kitab “Bidayah al-Mujtahid” karya Ibnu Rasyad dijelaskan, para ulama’ telah sepakat bahwa wajib bagi makmum untuk mengikuti imam baik dari segi ucapan atau perbuataannya kecuali ketika mengucapkan kalimat “sami’allahu liman hamidah” dan juga ketika imam sholat dalam keadaan duduk disebabkan sakit (bagi ulama’ yang berpendapat boleh bagi imam duduk ketika sakit).
Adapun pada kalimat “samiallahu liman hamidah”, ulama’ berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian ulama’ ada yang berpendapat ketika imam mengangkat kedua tangannya kemudian membaca “samiallahu liman hamidah” maka, makmum menjawabnya dengan bacaan “Rabbana walakal hamdu”. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Abu Hanifah dan Imam Malik.
Sedangkan ulama’ yang lainnya berpendapat bahwa baik makmum dan imam, keduanya mengucapkan bacaan “samiallahu liman hamidah rabbana lakal hamdu” dan makmum juga membaca kalimat tersebut dengan mengikuti Imam sebagaimana membaca takbir untuk pindah rukun.
Perbedaan pandangan diantara para ulama’ tersebut dikarenakan masing-masing diantara mereka mengambil hukum dengan dalil yang berbeda yakni terdapat dua hadis yang diperselisihkan. Salah satunya yaitu hadis yang diriwayatkan sahabat Anas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti. Apabila ia sholat berdiri maka, sholatlah dengan cara berdiri juga. Apabila ia ruku’ maka, ruku’lah dan apabila ia mengangkat tangan dari ruku’ maka angkatlah. Dan apabila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’ maka, katakanlah, ‘Rabbana walakal hamdu.’” (H.R Bukhari)
Sedangkan hadis yang kedua yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a sebagaimana berikut:أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا افتتح الصلاة رفع يديه حذو منكبيه وإذا رفع رأسه من الركوع رفعها كذلك وقال : " سمع الله لمن حمده ربنا ولك الحمد "
“Sesungguhnya Rasulullah saw, ketika beliau membuka sholat maka, kedua tangannya diangkat hingga sejajar dengan kedua pundaknya. Demikian pula ketika beliau mengangkat kepala dari ruku’ maka, beliau juga mengangnkat kedua tangannya dan mengucapkan, ‘sami’allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu’”
Adapun mafhum hadis yang pertama, jika dipahami maka, akan memberikan kesimpulan bahwa makmum tidaklah mengatakan “sami’allahu liman hamidah” dan imam tidaklah mengatakan “Rabbana lakal hamdu”. Sementara untuk hadis yang kedua, ulama’ yang mengunggulkan hadis ini sebagai dalil maka, akan memberi kesimpulan bahwa selain membaca “sami’allahu liman hamidah” imam juga mengucapkan “rabbana lakal hamdu” dan wajib bagi makmum untuk mengikuti imam yakni mengucapkan “sami’allahu liman hamidah”
Sementara “Ibnu Rasyad” sendiri memberikan kesimpulan bahwa hadis riwayat Anas di atas merupakan “Dalil Khitab” (dalil yang ditunjukkan untuk orang tertentu misal imam dan makmum untuk memberikan batasan) yakni imam tidak mengucapkan “rabbana lakal hamdu” dan makmum tidak boleh mengatakan “sami’allahu liman hamidah”.
Adapun hadis riwayat Ibnu Umar di atas secara jelas (nash) memberikan penjelasan bahwa imam tidak boleh mengucapkan, “Rabbana walakal hamdu”. Namun hadis dari Anas di atas juga menuntut keumuman yakni pada kalimat “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti” sehingga, ketika membaca, “sami’allahu liman hamidah” maka, makmum boleh mengikutinya. Menurut beliau dalil yang umum lebih kuat daripada “Dalil Khitab”.
Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa makmum harus mengikuti imam baik dari segi perbuatan, maksud dari perbuatan di sini misalnya setiap berpindah rukun maka makmum wajib mengikutinya. Demikian pula dari segi ucapan imam yakni dengan mengatakan takbir setiap berpindah rukun dan bacaan-bacaan wajib lainnya serta jika mengikuti dalil yang umum (tentang hadis di atas) maka jika imam mengucapkan, “sami’allahu liman hamidah” makmum juga boleh mengaucapkan demikian tatkala mengangkat kepala dari ruku’.
Sumber: Ibnu Rasyad, Bidayah al-Mujtahid, juz I (Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, t.th), 110.

Post a Comment for "Kewajiban Makmum Mengikuti Imam dari Segi Ucapan Maupun Perbuatan"