Hukum Bermakmum Pada Imam yang Shalatnya dalam Keadaan Duduk
![]() |
| Ilustrasi: merdeka.com |
Dalam melaksanakan ibadah, shalat, misalnya. Terkadang kita dihadapkan dengan suatu hal yang tidak biasa kita lihat seperti tatkala imam melaksanakan shalat dalam keadaan duduk karena tidak mampu untuk berdiri. Padahal, salah satu rukun dalam shalat adalah berdiri bagi yang mampu. Sedangkan pada permasalahan ini, makmum mampu untuk berdiri dan imam duduk karena tidak mampu.
Baca Juga: Konsep Takwa Menurut Al-Qur'an
Baca Juga: Hukum Shalat Qobliyah dan Ba'diyah Dilakukan Secara Berjama'ah
Lalu, apakah makmum harus mengikuti imam juga yakni shalat dalam keadaan duduk? Mengingat Rasulullah saw juga pernah bersabda sebagaimana berikut:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti. Apabila ia shalat berdiri maka, shalatlah dengan cara berdiri juga. Apabila ia ruku’ maka, ruku’lah dan apabila ia mengangkat tangan dari ruku’ maka angkatlah. Dan apabila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’ maka, katakanlah, ‘Rabbana walakal hamdu.’” (H.R Bukhari)
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam kitab “Bidayah al-Mujtahid” dijelaskan bahwa ulama’ berbeda pendapat dalam hal ini yakni ada tiga pendapat yang ditawarkan oleh ulama’ fikih. Pertama, makmum shalat di belakang imam dengan cara duduk juga. Pendapat pertama ini adalah pendapat yang diutarakan dari Imam Ahmad dan Abu Ishak. Kedua, makmum melaksanakan shalat di belakang imam dengan cara berdiri. Pendapat ini adalah pendapatnya Imam Syafi’i, Abu Hanifah serta Abu Tsur. (Ibnu Rasyad, Bidayah al-Mujtahid [Surabaya; Toko Kitab al-Hidayah, t.th], juz I, halaman 111)
Ketiga, yaitu pendapat dari Syaikh Ibnu Qasim yang menyatakan bahwa orang yang shalatnya duduk tidak dapat dijadikan sebagai imam. Jika di belakangnya ada makmum baik mengikutinya dalam keadaam berdiri atau duduk maka shalatnya batal. Menurut Imam Malik, shalatnya diulang lagi seketika itu.
Baca Juga: Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur'an
Baca Juga: Tafsir Surah al-Yusuf Ayat 87: Larangan Berputus Asa untuk Meraih Rahmat Allah
Karena kebanyakan di Indonesia mayoritas mengikuti madzhab Syafi’i sehingga, bermakmum pada imam yang shalat dalam keadaan duduk karena tidak mampu, misalnya. Maka, makmum mengikutinya dengan cara berdiri dan tidak boleh mengikutinya dengan cara duduk pula. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab “al-Majmu’” berikut ini:
المجموع (4/ 265(
قد ذكرنا أن مذهبنا جواز صلاة القائم خلف القاعد العاجز وإنه لا تجوز صلاتهم وراءه قعودا وبهذا قال الثوري وأبو حنيفة وأبو ثور والحميدي
“Sungguh telah dijelaskan dalam madzhab kami (madzhab Syafi’i) bahwa diperbolehkan bermakmum pada imam yang shalat dalam keadaan duduk karena tidak mampu dengan cara berdiri dan tidak boleh shalat di belakang imam dengan duduk pula. Ini adalah pendapat Imam al-Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsur dan Imam al-Hamidi” (Al-Nawawi, al-Majmu’ [Beirut: Dar al-Fikr, 1998], juz 4, halaman 265)
Dalam kitab “al-Majmu’” juga ditegaskan bahwa selain boleh bermakmum pada imam yang shalat dalam keadaan duduk maka, diperbolehkan juga bagi makmum yang shalat dalam keadaan duduk bermakmum pada imam yang shalat dalam keadaan berbaring dan bagi orang yang mampu untuk ruku’ dan sujud boleh bermakmum pada imam yang melaksanakan ruku’ dan sujud secara isyarat.
Dalam madzhab Syafi’i sendiri menentukan makmum harus berdiri ialah berlandaskan hadis Riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Sayidah Aisyah r.a:
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا بَكْرٍ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فِي مَرَضِهِ فَكَانَ يُصَلِّي بِهِمْ قَالَ عُرْوَةُ فَوَجَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفْسِهِ خِفَّةً فَخَرَجَ فَإِذَا أَبُو بَكْرٍ يَؤُمُّ النَّاسَ فَلَمَّا رَآهُ أَبُو بَكْرٍ اسْتَأْخَرَ فَأَشَارَ إِلَيْهِ أَنْ كَمَا أَنْتَ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِذَاءَ أَبِي بَكْرٍ إِلَى جَنْبِهِ فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ
Rasulullah saw memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat berjama’ah bersama orang-orang saat beliau sakit. Maka, Abu Bakar pun memimpin shalat mereka. Urwah berkata, “Ketika Rasulullah saw merasakan ringan pada tubuhnya, beliau pun keluar, sementara Abu Bakar sedang mengimami orang-orang shalat. Ketika Abu Bakar melihat beliau datang, dia pun berkeinginan untuk mundur tetapi, Rasulullah memberi isyarat kepadanya, ‘Tetaplah kamu pada posisimu.’ Lalu, Rasulullah saw duduk di samping Abu Bakar. Sehingga ia shalat dengan mengikuti shalat beliau dan orang-orang mengikuti shalatnya Abu Bakar.” (H.R Bukhari dan Muslim)

Post a Comment for "Hukum Bermakmum Pada Imam yang Shalatnya dalam Keadaan Duduk"