Sumber Pemikiran Rasional-Filosofis dalam Islam

Filsafat Islam tidak dapat terpisahkan dari khazanah pemikiran Islam, baik dari aspek konteks maupun sejarah perkembangannya. Hal ini bukanlah suatu hal yang sederhana, banyak aspek dan hubungan yang perlu dipahami dan dijelaskan secara gamblang. Timbulnya sikap anti-filsafat yang dialami oleh sebagian umat Islam atau anggapan bahwa filsafat Islam merupakan jiplakan dari filsafat Yunani, adalah sebab dari sikap yang kurangteliti. Tidak teliti dalam mencermati dan memilih persoalan inilah yang menjadikan seseorang salah dalam mengambil tindakan. Oleh karenanya, dalam tulisan singkat ini akan diuraikan sumber pemikiran filosofis dalam Islam, apakah benar jiplakan dari filsafat Yunani atau memang sebenarnya pemikiran tersebut sudah ada dalam ajaran Islam.
Ketika pemikiran filsafat Yunani masuk dalam pemikiran Islam, banyak kalangan mengakui bahwa hal tersebut mendorong perkembangan filsafat Islam menjadi semakin pesat. Walaupun demikian, sebagaimana ditulis oleh Oliver Leaman, hal ini bukan berarti filsafat Islam berasal dari teks-teks Yunani atau hanya nukilan dari filsafat Aristoteles (384-322 SM).
Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbanan; pertama, belajar atau berguru bukan berarti hanya meniru atau membebek semata. Suatu ide dapat dibahas oleh banyak orang dan akan tampil dalam berbagai macam fenomena. Artinya seseorang berhak mengambil sebagian gagasan orang lain, namun hal tersebut tentu tidak menghalanginya untuk menampilkan teori filsafatnya sendiri. Seperti Aristoteles yang memiliki pandangan sendiri yang berbeda dengan gurunya, Plato.
Kedua, ide, gagasan atau suatu pemikiran, sebagaimana yang dinyatakan oleh Karl A. Steenbrink, merupakan ekspresi dan hasil dari suatu proses komunikasi sang tokoh dengan kondisi sosial histori lingkugannya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa suatu ide, gagasan dan pengetahuan tidak lepas dari akar social, tradisi dan eksistensi seseorang yang melahirkan ide atau pemikiran tersebut. Seperti filsafat Yunani dan Islam, keduanya lahir dari keyakinan, budaya, dan kondisi sosial yang berbeda. Oleh sebab itu, menyamaratakan antara dua keyakinan yang berbeda merupakan sesuatu yang tidak tepat. Demikian pula menjelaskan karya Muslim dengan memisahkan faktor dan kondisi kulturalnya, akan menjadi suatu deskripsi yang tidak lengkap.
Berdasarkan hal ini, transmisi filsafat Yunani ke Arab (Islam) adalah suatu proses yang Panjang dan kompleks sebab banyak dipengaruhi oleh keyakinan dan teologis para pelakunya, yang meliputi kondisi sosio-kultural masyarakat Arab, termasuk mengenai istilah-istilah teknis yang dipakai tidak lepas dari konteks dan masalah bahasa Arab serta ajaran Islam.
Ketiga, realita yang ada telah menunjukkan bahwa cara piker rasional telah lebih dahulu mapan dalam masyarakat Muslim sebelum kedatangan filsafat Yunani. Kendatipun karya-karya Yunani mulai diterjemahkan pada masa kekuasaan Bani Umayyah (661-750 M), oleh para tokoh intelek seperti Ja’far bin Yahya al-Barmaki (767-803 M), namun buku filsafatnya yang kemudian melahirkan sosok filosof muslim terkenal yakni al-Kindi, baru mulai digarap pada masa dinasti Abbasiyah (750-158 M), khususnya pada masa khalifah al-Makmun (811-833 M).
Selain itu, dalam aspek teologi, doktrin mu’tazilah dengan nalar yang rasional yang digagas oleh Wasil bin Atha’ (699-748 M) telah mendominasi cara pikir masyarakat waktu itu. Begitu juga dalam bidang fikih. Penggunaa nalar rasional dalam penggalian hukum (istinbath) dengan istilah-istilah seperti istihsan, istishlah, qiyas dan lainnya telah lazim diguanakan.
Tokoh-tokoh madzhab fikih yang memberikan kontribusi metode istinbath dengan menggunakan rasio seperti itu, seperti Abu Hanifah (699-767 M), Imam Malik (716-796 M) dan Ibnu Hambal (780-855 M), hidup sebelum kedatangan filsafat Yunani.
Sehingga, dari beberapa penjelasan tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa sebelum dikenal adanya logika dan filsafat Yunani, sudah ada model pemikiran filosofis yang berjalan dengan apik dalam ajaran Islam, yakni dalam soal-soal teologis dan kajian hukum Islam. Dalam artian bahwa pemikiran rasional dan filsafat Islam bukan berasal dari Yunani karena pemikiran tersebut sudah ada sebelum adanya filsafat Yunani. Sebaliknya, pemikiran rasional dari teologi dan hukum (yurisprudensi) inilah yang berjasa menyiapkan landasan bagi diterima dan berkembangnya logika filsafat Yunani dalam tradisi pemikiran Islam. Sementara dengan datangnya filsafat Yunani, membantu filsafat Islam mulai dikemas dan terkonsep dengan formal.
Post a Comment for " Sumber Pemikiran Rasional-Filosofis dalam Islam"