Batasan “Makmum Mendahuli Imam” yang Tidak Membatalkan dan yang Membatalkan Shalat
Shalat berjama’ah sangatlah dianjurkan dalam Islam sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah al-Nisa’ ayat 102 yang berbunyi, “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka lalu, kamu hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka mendirikan shalat besertamu…” (Q.S al-Nisa’ [4]: 102).
Nilai atau pahala shalat berjama’ah pun juga lebih banyak daripada shalat sendirian yakni dengan selisih 27 derajat. Sehingga, besarnya nilai shalat berjama’ah ini juga menjadi salah satu penyemangan umat muslim untuk melaksanakannya.
Namun, dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ibadah shalat berjama’ah dapat dilaksanakan secara sempurna seperti yang telah banyak diketahui oleh masyarakat yakni makmum tidak boleh mendahului gerakan imam dalam rukun apapun sebab makmum harus mengikuti imam sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti. Apabila ia shalat berdiri maka, shalatlah dengan cara berdiri juga. Apabila ia ruku’ maka, ruku’lah dan apabila ia mengangkat tangan dari ruku’ maka angkatlah. Dan apabila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’ maka, katakanlah, ‘Rabbana walakal hamdu.’” (H.R Bukhari)
Lantas, bagaimana ketika makmum mendahului gerakan imam hanya dalam satu rukun, atau ketika gerakan makmum membarengi gerakan imam ketika takbiratul ihram, apakah shalatnya tetap dikatakan sah? Oleh sebab itu dalam tulisan ini akan dibahas mengenai batasan-batasan makmum mendahului imam yang dapat membatalkan shalat dan batasan makmum mendahului imam yang dampaknya tidak sampai membatalkan shalat.
Dalam kitab “al-Muhadzzab”, Syaikh Syairazi memberikan penjelasan mengenai batasan gerakan makmum mendahului gerakan imam yang dapat membatalkan shalat dan yang tidak membatalkannya. Adapun perincian mengenai penjelasan ini adalah sebagai berikut:
1. Jika makmum takbir sebelum imam melakukannya atau makmum takbir dengan membarengi imam maka, shalatnya tidak sah karena shalatnya si makmum bergantung pada shalatnya imam sebelum selesai takbir.
2. Apabila makmum mendahului imam dengan satu rukun, misalnya makmum melakukan ruku’ atau melakukan sujud sebelum imam melakukannya maka, hal tersebut tidak diperbolehkan karena terdapat hadis Nabi yang menyatakan, “Jika kalian mengangkat kepala sedangkan imam sujud maka akan dikhawatirkan Allah swt akan merubah kepala kalian dengan kepala himar atau berbentuk seperti himar”. Oleh sebab itu, wajib bagi makmum ketika mendahului imam dalam satu rukun untuk segera kembali mengikuti imam yakni kembali pada rukun sebelumnya. Jika tidak, hingga bertemu dengan imam lagi maka, shalatnya tidak batal dikarenakan kadar mufaraqahnya (berpisah dengan imam) sedikit. Sebagaimana pernyataan Imam Syairazi di bawah ini:
ويلزمه أن يعود إلى متابعته لان ذلك فرض فإن لم يفعل حتى لحقه فيه لم تبطل صلاته لان ذلك مفارقة قليلة
“Dan wajib bagi makmum untuk kembali pada rukun sebelumnya untuk mengikuti imam karena hal tersebut adalah fardhu. Jika tidak, sampai bertemu dengan imam lagi maka shalatnya tidak batal karena hanya berpisah sedikit”
3. Apabila makmum ruku’ sebelum imam dan ketika imam berkehendak untuk ruku’, makmum pun berdiri dari ruku’ (I‘tidal) dan tatkala imam hendak berdiri dari ruku’ makmum pun meneruskan hingga sujud sedangkan si makmum mengetahui keharamnnya maka, shalatnya batal karena dianggap banyak melakukan mufaraqah (berpisah dari imam) dan apabila tidak mengetahui tentang keharamannya, shalatnya dihukumi tidak batal.
4. Jika makmum ruku’ sebelum imam melakukannya kemudian tatkala imam hendak ruku’ makmum berdiri dari ruku’ dan tidak meneruskan sampai imam berdiri dari ruku’ maka shalatnya tidak batal karena kadar mufaraqahnya sedikit.
Namun, ada perbedaan ulama’ tatkala imam melakukan dua sujud namun, makmum masih berdiri. Dalam hal ini terdapat dua pendapat. Pendapat yang pertama menyatakan hukum shalatnya batal karena makmum tidak mengikuti imam dalam tida rukun yakni dua sujud dan duduk diantara dua sujud. Sedangkan pendapat yang kedua yaitu pendapat yang diutarakan oleh Abu Ishak bahwa hukum shalatnya tidaklah batal karena dianggap telat dalam satu rukun yaitu sujud.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa mendahului imam yang dampaknya tidak membatalkan shalat yaitu apabila kadar mufaraqahnya sedikit seperti makmum mendahului imam hanya dalam satu rukun maka, shalatnya tetap sah. Sedangkan apabila kadar mufaraqahnya banyak seperti mendahului gerakan imam sampai tiga rukun secara terus-menerus maka, batal shalatnya kecuali makmum tidak mengetahui hukum keharamannya. Jadi, batasan makmum mendahului imam ialah tergantung pada jumlah rukun yang didahuluinya, jika banyak akan membatalkan shalat dan tidak apabila sedikit seperti satu atau dua kali saja.
Referensi: Syairazi, al-Muhadzzab fi al-Fiqh Imam al-Syafi’i, juz I (Maktabah syamilah), 96.

Post a Comment for "Batasan “Makmum Mendahuli Imam” yang Tidak Membatalkan dan yang Membatalkan Shalat"