Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menjamak Sholat Tidak dalam Perjalanan, Bolehkah?

Menjamak Sholat Tidak dalam Perjalanan, Bolehkah?

Dalam kehidupan di masyarakat, pastinya kita akan menemui banyak kejanggalan-kejanggalan. Di mana kejanggalan tersebut diantaranya berkenaan dengan hukum syari’ah atau fikih. Di antara kejanggalan tersebut adalah mengenai sholat jamak. Dalam sholat jamak mayoritas masyarakat memahaminya bahwa sholat jamak hanya bisa dilakukan pada saat perjalanan.

Sebelum melanjutkan pembahasan beriktunya perlu diketahui bahwa maksud sholat jamak taqdim adalah misalnya melaksanakan sholat dhuhur dan ashar maka keduanya dilaksanakan pada waktu dzhuhur. Sedangkan jamak ta’khir adalah sebaliknya yaitu melaksanakan shalat dhuhur dan ashar pada waktu ashar atau pada waktu sholat yang kedua (ashar).Sedangkan sholat yang boleh dijamak adalah sholat dhuhur dengan ashar dan ashar dengan maghrib.

 

Lantas apakah tatkala kita berada di dalam suatu acara kemudian ada pekerjaan yang tidak bisa kita tinggalkan yang dilakukan pada sebelum dhuhur hingga selesai jam 4. 30 WIB misalnya. Dengan alasan tersebut apakah boleh melakukan jamak ta’khir dimana sholat dhuhur dan sholat ashar dilakukan pada waktu sholat ashar (waktu kedua) atau dilakukan secara jamak taqdim.

Baca Juga: Posisi Shaf Terbaik Ketika Berjama'ah Menurut Kitab Kuning

Untuk menjawab problem tersebut, Syaikh Nawawi al-Jawi dalam kitabnya yang berjudul “Nihayah al-Zain” memberikan pernyataan sebagai berikut:

قد علم مما مر أنه لا يجمع بغير سفر ونحو المطر كمرض وريح وظلمة وخوف ووحل وهو المشهور لأنه لم ينقل وحكى في المجموع عن جماعة من الشافعية جوازه بالمذكورات وهو قوي جدا في المرض والوحل وهذا هو اللائق بمحاسن الشريعة

Telah dikethui pada pembahasan sebelumnya bahwa tidak diperbolehkan untuk menjamak selain dalam keadaan perjalanan misalkan dalam keadaan hujan demikian pula dalam keadaan sakit, adanya badai, keadaan yang sangat gelap, keadaan takut dan dalam keadaan lumpur. Pendapat ini adalah pendapat yang masyhur karena tidaklah dinukil. Namun dalam kitab al-Majmu’ dijelaskan oleh sebagian ulama’ syafi’iyah bahwa untuk menjamak sholat selain perjalanan adalah diperbolehkan seperti ketika dalam keadaan-keadaan yang disebutkan tadi. Ini adalah pendapat yang kuat yang sesuai dengan “Muhasin al-Syari’ah” atau kebaikan-kebaikan syari’at. (Al-Nawawi al-Jawi, Nihayah al-Zain, [Dar al-Fikr: Beirut, t.th], hlm. 135.

Adapun penjelasan mengenai menjamak sholat karena adanya hujan telah dijelaskan secara tegas di dalam kitab “Kifayah al-Akhyar” bahwa hal tersebut hukumnya boleh sebagaimana pernyataan berikut:

)ويجوز للحاضر في المطر أن يجمع بينهما في وقت الأولى منهما). يجوز للمقيم الجمع بالمطر في وقت الأولى من الظهر والعصر والمغرب والعشاء على الصحيح

Dan diperbolehkan bagi seseorang yang Hadir (tidak melakukan perjalanan) untuk menjamak sholat pada waktu yang pertama diantara keduanya. Yakni bagi orang yang mukim diperbolehkan untuk menjamak sholat pada waktu yang pertama yakni dari dhuhur dan ashar serta maghrib dan isya’. (Syaikh Abu Bakar, Kifayah al-Akhyar. Juz, 1 [Maktabah Syamilah], hlm 144

Sebagaimana diperbolehkan untuk menjamak sholat antara dhuhur dan ashar maka diperbolehkan juga untuk menjamak sholat jum’at dan ashar. Apabila melakukan jamak taqdim maka disyaratkan dilakukan sebagaimana melakukan jamak taqdim karena perjalanan. Adapun syarat-syarat jamak taqdim ialah ada tiga.

Pertama, harus dilaksanakan pada waktu sholat yang yang pertama. Misalnya menjamak sholat dhuhur dan ashar maka, keduanya dilaksanakan pada waktu sholat dhuhur tersebut.

Syarat kedua, harus dilakukan secara urut yakni sholat yang pertama dulu setelah itu, yang kedua seperti dhuhur dan ashar tadi maka melaksanakan sholat dhuhur terlebih dahulu baru kemudian sholat ashar.

Syarat ketiga, harus Muwalah (terus-menerus) yakni tidak boleh ada jangka panjang ketika ingin melaksanakan sholat yang kedua.

Kemudian disyaratkan bahwa hujan tersebut turun pada waktu melaksanakan sholat yang pertama hingga selesai pada awal waktu sholat yang kedua dan masih ada ketika melakukan salam pertama pada waktu sholat yang kedua. 

 

Baca Juga: Tafsir Surat al-Fatihah: Hakikat Beribadah Kepada Allah sebagai Cara Elegan Menghadapi Kehidupan yang Rumit

Adapun untuk melaksanakan jamak sholat karena hujan ada yang mengatakan harus dilaksanakan pada waktu sholat yang pertama dan tidak boleh dilaksanakan pada waktu sholat yang kedua akan tetapi pendapat lain mengatakan boleh karena dikiyaskan seperti ketika menjamak sholat pada waktu perjalanan yang boleh dikerjakan pada waktu sholat yang pertama dan boleh juga dikerjakan pada waktu yang kedua. Sebagaimana juga dijelaskan dalam kitab “Kifayah al-Akhyar” berikut pernyataannya:

وقول الشيخ [في وقت الأولى] يؤخذ منه أنه لا يجوز الجمع بالمطر في وقت الثانية وهو كذلك على الأظهر، وفي قول يجوز قياساً على جمع السفر

Perkataan Syaikh tentang “fi Wakti al-Uwla” mengindikasikan bahwa tidak diperbolehkan menjamak sholat karena hujan pada waktu sholat yang kedua. Itu adalah pendapat yang Adzhar. Sedangkan pendapat lain mengatakan boleh karena dikiyaskan pada saat menjamak sholat karena perjalanan.

Dapat disimpulkan bahwa menjamak sholat walaupun tidak karena perjalanan hukumnya boleh asalkan memang pada waktu sholat pertama dan kedua ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan dan boleh mengerjakannya secara taqdim dan ta'khir karena ada sebagian ulama' yang memperbolehkannya dengan alasan dikiyaskan pada saat menjamak sholat waktu perjalanan.

Post a Comment for "Menjamak Sholat Tidak dalam Perjalanan, Bolehkah?"