Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Membaca Dzikir Ketika Membuang Hajat

Hukum Membaca Dzikir Ketika Membuang Hajat
Ilustrasi: Islam.nu.or.id

Dalam beberapa pertemuan yang saya jumpai di masyarakat ada beberapa kebingungan yang dialami oleh mereka yakni berkenaan dengan hukum membaca dzikir ketika membuang hajat di kamar mandi. Sehingga, untuk menjawab pertanyaan tersebut saya mencoba untuk mencari sumber jawaban dari beberapa kitab fikih.

Dari beberapa sumber yang saya temukan, berdzikir di dalam kamar mandi atau dalam keadaann membuang hajat, dalam madzhab Syafi’i hukumnya adalah makruh sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi sebagai berikut:

يكره الذكر والكلام حال قضاء الحاجة، سواء كان في الصحراء أو في البنيان، وسواء في ذلك جميع الأذكار والكلام، إلا كلام الضرورة، حتى قال بعض أصحابنا : إذا عطس لا يحمد اللّه تعالى، ولا يشمِّت عاطساً، ولا يردّ السلام، ولا يجيب المؤذّن، ويكون المُسَلِّم مُقَصِّراً لا يستحقّ جواباً . والكلام بهذا كله مكروه كراهية تنزيه ولا يحرم، فإن عطس فحمد اللّه تعالى بقلبه ولم يحرّك لسانه فلا بأس، وكذلك بفعل حال الجماع .

Makruh hukumnya berdzkir dan berbicara ketika membuang hajat baik di tempat yang luas ataupun di tempat bangunan (kamar mandi), hal ini berlaku bagi semua dzikir dan pembicaraan kecuali berbicara karena dharurat. Sehingga ulama’ Syafi’iyah berkata: Tidak boleh bagi orang yang bersin membaca Hamdalah, menjawab orang yang bersin, atau menjawab salam dan menjawab adzan. Orang yang memberi salam kepada orang yang sedang hajat adalah orang yang sembarangan dan tidak berhak untuk dijawab. Semua ungkapan yang telah dijelaskan di atas adalah makruh hukumnya yakni makruh tanzih dan tidak sampai pada tingkatan hukum haram. Adapun orang yang bersin dan ia membaca Hamdalah di dalam hatinya (tanpa menggerakan lisan) maka, hal ini diperbolehkan demikian pula berdzikir ketika melakukan jima’. (An-Nawawi, Al-Adzkar [Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1990], juz I, halaman 76)

Pendapat tersebut juga dipertegas dalam kitab “Tuhfah al-Muhtaj” karya Ibnu Hajar al-Haitami yang juga merupakan ulama’ Syafi’iyah menyatakan bahwa berdzikir ketika membuang hajat dan jimak yang dilakukan di dalam hati tidaklah dimakruhkan menurut kesepakatan ulama’. Sedangkan berdzikir dengan lisan tidaklah disyari’atkan dan Rasulullah saw tidak menyunahkannya, tidak ada satupun riwayat dari para sahabat mengenai kesunnahannya. Sebagaimana pernyataan beliau di bawah ini:

تحفة المحتاج في شرح المنهاج (2/ 227(

سُنَّ الذِّكْرُ عِنْدَ الْجِمَاعِ فَالذِّكْرُ عِنْدَ نَفْسِ قَضَاءِ الْحَاجَةِ وَعِنْدَ الْجِمَاعِ لَا يُكْرَهُ بِالْقَلْبِ بِالْإِجْمَاعِ وَأَمَّا الذِّكْرُ بِاللِّسَانِ حِينَئِذٍ فَلَيْسَ مِمَّا شَرَعَ لَنَا وَلَا نَدَبَنَا إلَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا نُقِلَ عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ بَلْ يَكْفِي فِي هَذِهِ الْحَالَةِ الْحَيَاءُ وَالْمُرَاقَبَةُ وَذِكْرُ نِعْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى فِي إخْرَاجِ هَذَا الْعَدُوِّ الْمُؤْذِي الَّذِي لَوْ لَمْ يَخْرُجْ لَقَتَلَ صَاحِبَهُ وَهَذَا مِنْ أَعْظَمِ الذِّكْرِ ، وَإِنْ لَمْ يَقُلْهُ بِاللِّسَانِ انْتَهَى ا هـ بَصْرِيٌّ .

Dari beberapa penjelasan di atas maka, dapat disimpulkan bahwa berdzikir di dalam kamar mandi atau berdzikir ketika membuang hajat adalah makruh hukumnya baik buang hajat di sini di kamar mandi atau di tempat yang luas. Sedangkan apabila dzikir tersebut dibaca di dalam hati maka, tidaklah dimakruhkan bahkan diperintah dalam hal untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Dmikian pula ketika berbiacara maka makruh hukumnya kecuali dalam keadaan dharurat atau adanya hajat seperti berdehem agar tau bahwa di dalam kamar mandi ada orangnya maka, tidak makruh hukumnya.

 

Post a Comment for "Hukum Membaca Dzikir Ketika Membuang Hajat"