Wage Rudolf Soepratman dan Peran Lagu Indonesia Raya dalam Mewujudkan Sikap Nasionalisme Bangsa
Di zaman yang serba modern ini, konstelasi masyarakat tentunya mengalami perubahan yang sangat drastis. Salah satunya yaitu paham tentang nasionalisme menjadi paham globalisasi. Teknologi informasi dan komunikasi seperti medsos merupakan faktor dominan dari perubahan ini, di mana mayoritas masyarakat, terutama generasi milenial yang diharapkan dapat membawa bangsa Indonesia lebih baik dan maju kelak terbawa arus dengan fitur-fitur yang ada di dalamnya, aplikasi tiktok, game, youtube dan google, misalnya.
Tentunya, hal ini tidak bisa dianggap suatu problem yang sepele, sebab impaknya akan sangat fatal yakni hancurnya masa depan bangsa dan negara. Salah satu solusi yang paling efektif dalam menangani kasus ini adalah dengan menapaktilasi perjuangan tokoh-tokoh terdahulu salah satunya yaitu W.R. Soepratman dan lagu ciptaannya “Indonesia Raya” yang saat ini dan selama-lamanya menjadi lagu kebangsaan NKRI. Maksud menapaktilasi di sini bukan berarti harus mengadakan perjalanan tetapi, cukup dengan mengetahuinya melalui buku-buku sejarah yang penulisnya memang pernah melakukan penelitian mengenai hal tersebut, kemudian mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Lagu yang diciptakan Soepratman bukan sekedar lagu atau syair biasa tetapi, memiliki makna yang dalam dan berpengaruh besar pula dalam mewujudkan dan menjaga nasionalisme bangsa.
Dengan menapaktilasi tokoh terdahulu seperti perjuangan W.R. Soepratman dan lagu ciptaannya “Indonesia Raya” kita bisa mengambil banyak pelajaran untuk menumbuhkan dan menjaga rasa nasionalisme dan patriotisme dalam lubuk hati kita. Sehingga, tidak mengabaikan hal-hal yang bisa membawa NKRI maju dan bersatu
Biografi Singkat W.R. Soepratman
Wage Rudolf Soepratman atau W.R. Soepratman, ia merupakan Pahlawan Nasional Indonesia dan juga sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia yang berjudul Indonesia Raya. Di desa Somongari, Purworejo, di situlah tempat ia dilahirkan yakni pada tanggal 19 Maret 1903 dan wafat pada 17 Agustus 1938 di kota Surabaya (Lilis Nihwan, 2018: 1).
W.R. Soepratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ia dilahirkan oleh pasutri Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Sanen. Pada saat itu, sang ayah berprofesi sebagai tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indische Leger) Belanda.
Pada tahun 1914, Soepratman muda mengikuti kakak sulungnya yang bernama Roekijem pergi ke Makassar. Di sana, ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama “Willem van Eldik”. Tetapi, setelah diketahui bahwa Soepratman bukanlah anak kandung Willem van Eldik, Soepratman pun dikeluarkan dari sekolahan tersebut.
Akhirnya, Soepratman meneruskan pendidikannya di sekolah Melayu yang dikhususkan untuk anak pribumi saja (Bambang Sularto, 1985: 23). Setelah lulus, Soepratman belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun lamanya. Lalu, ia meneruskan pendidikannya ke Normaalschool di Makassar hingga selesai. Pada saat berumur 20 tahun, Soepratman diangkat sebagai guru di Sekolah Angka 02 selama dua tahun, kemudian mendapatkan ijazah Klein Ambteenar.
Ketika pindah ke Bandung, ia bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda, Kaoem Kita dan majalah Sin Po. Profesinya sebagai wartawan tetap ia lakukan saat telah tinggal di kota Jakarta. Pada waktu itulah, dalam hati Soepratman mulai tumbuh ketertarikan terhadap pergerakan nasional dan ia mulai membangun banyak relasi dengan tokoh-tokoh pergerakan. Hal ini dapat kita ketahui melalui bukunya yang berjudul “Perawan Desa”, ia menuangkan rasa tidak senang dengan penjajahan tetapi kemudian buku itu disita dan dilarang disebarluaskan oleh pemerintah Belanda.
Kemudian, Soepratman pulang ke Makassar setelah dipindahkan ke Sengkang (ibu kota kabupaten Wajo, salah satu kota kecil yang terletak di provinsi Selatan). Kakak sulungnya yang bernama “Roekijem” senang dengan sandiwara dan musikal, karyanya pun banyak ditampilkan di mes militer. Kegemaran yang dimiliki oleh sang kakak membuat Soepratman juga gemar dalam bermain musik dan membaca buku musik.
Genealogi dan Peran Lagu Indonesia Raya
Sebelum terciptanya lagu Indonesia Raya, Soepratman pernah membaca karangan dalam majalah Timbul yang mana penulis karangan tersebut menantang para ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Soepratman pun merasa tertantang dan mulai menggubah sebuah lagu. Tepat pada 1924, terciptalah lagu kebangsaan yang berjudul “Indonesia Raya”, pada saat itu, ia berumur 21 tahun dan berada di Bandung.
Lagu Indonesia Raya diperdengarkan pertama kali di Kongres Pemuda II tahun 1928. Dalam persidangan Kongres Pemuda II itu Soepratman mendekati ketua kongres Sugondo Djodjopuspito untuk mendengarkan lagu ciptaannya. Pada kesempatan tersebut, W.R. Soepratman juga menyodorkan kertas yang berisi teks lagu Indonesia Raya akan tetapi, ketua kongres khawatir ketika lagu itu dinyanyikan akan berdampak pada penutupan kongres dikarenakan isinya menggambarkan semangat perjuangan dan semangat pada tanah air serta bangsa Indonesia. Akhirnya, Sugono pun memutuskan agar lagu Indonesia Raya dinyanyikan secara instrumentalia saja. Dengan begitu, lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan pada saat penutupan Kongres Pemuda II (Puspita Lestari, 2014: 140)
Lagu Indonesia Raya sudah tercantum dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 44 tahun 1958 tentang lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahwa lagu Kebangsaan Republik Indonesia adalah lagu Indonesia Raya, oleh karena itu perlu diadakan peraturan untuk menetapkan nada-nada, irama, iringan, kata-kata dan gubahan-gubahan dari lagu itu serta cara menggunakannya. Sehingga, terpilihnya lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan, tentunya tidak hanya sekedar lagu biasa yang memiliki makna dari setiap bait syair dan musiknya. Akan tetapi, lagu Indonesia Raya memiliki peran yang sangat urgen dalam mewujudkan rasa nasionalisme dan patriotisme bangsa serta mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Hal ini dapat kita tilik melalui rekaman sejarah terdahulu, tepatnya awal lagu Indonesia Raya dinyanyikan yakni pada saat Kongres Pemuda II hingga pada akhirnya, lagu Indonesia Raya tersebar luas di berbagai lapisan masyarakat. Mendengar lagu tersebut, semangat untuk berjuang membela tanah air mulai tumbuh dan membara di dalam jiwa mereka. Bahkan, tersebarnya lagu Indonesia Raya juga pada golongan elit dan intelektual seperti guru, pegawai negeri, pamong praja dan juga termasuk dari kalangan serdadu KNIL yang sering berdiri tatkala menyanyikan lagu Indonesia Raya (Bambang Sularto, 1985: 155)
Wisnu Mintargo (2008: 35) dalam bukunya “Musik Revolusi Indonesia” menyebutkan bahwa lagu Indonesia Raya telah membangun semangat persatuan di nusantara. Lagu Indonesia Raya juga dinyanyikan pada saat upacara sekolah dasar hingga menengah. Namun, Wisnu juga menjelaskan, persatuan dan rasa nasionalisme yang telah diperjuangkan dan selalu diharapkan oleh pejuang terdahulu telah kabur. Hal tersebut disebabkan konflik lokal beberapa tahun lalu seperti peristiwa Aceh, Poso, Sampit, Sampang dan daerah lainnya. Sebagaimana dijelaskan dari berbagai sumber salah satu penyebab yang sangat sentimen atas terjadinya perang saudara tersebut adalah tindakan rasisme dari salah satu pihak hingga kemudian mengundang amarah pihak yang lain
Demikian pula F.X. Nugroho dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Struktur Lirik Lagu “Indonesia Raya” Ciptaan W.R. Supratman” menyatakan bahwa makna yang terkandung dalam setiap bait-bait lagu Indonesia Raya memiliki peran yang sangat agung dan dalam untuk mewujudkan rasa persatuan nasionalisme. Persatuan yang dimaksud di sini tidak hanya persatuan yang tampak secara zahir tetapi, persatuan yang menyentuh hati nurani setiap warga bangsa. Dengan begitu, persatuan Indonesia akan memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan hidup bangsa Indonesia baik lahir maupun batin. Ia juga melanjutkan bahwa baik struktur lagu tersebut ditilik dari segi fonologis, morfologis, sintaktis maupun semantik (F.X. Nugroho, 2005: 8).
Menurut penulis, inilah salah satu alasan kenapa pondok pesantren harus berpartisipasi dalam melaksanakan upacara, 17 Agustusan, misalnya. Yakni agar mewujudkan dan melestarikan sikap nasionalisme bagi para santri.
Lirik Lagu Indonesia Raya
Indonesia, tanah airku/ Tanah tumpah darahku/ Disanalah aku berdiri/ Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku/ Bangsa dan tanah airku/ Marilah kita berseru/ Indonesia bersatu
Hiduplah tanahku/ Hiduplah negeriku/ Bangsaku, rakyatku semuanya/ Bangunlah jiwanya/ Bangunlah badannya/ Untuk Indonesia Raya
Refr.
Indonesia Raya, Merdeka, Merdeka/ Tanahku, Negriku yang kucinta/ Indonesia Raya, Merdeka, Merdeka/ Hiduplah Indonesia Raya.
Eksegesis Lagu Indonesia Raya
Lirik Indoenesia Raya pada gambar di atas tidak hanya relevan pada zaman sewaktu lagu itu ditulis. Sebab, dalam liriknya tersimpan amanah tentang konsep masa depan, bagaimana rakyat Indonesia harus bersikap serta turut berperan dalam memberikan sumbangan terbaik untuk Indonesia.
Jika kita berusaha untuk menggali makna yang lebih dalam maka, pada seloka pembuka, menggambarkan tentang Indonesia sebagai tanah kelahiran bangsa Indonesia. Seloka pertama ini juga menggambarkan tentang Indonesia sebagai ibu pertiwi masyarakat Indonesia, serta menggambarkan bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya dan suci.
Adapun pada seloka tengah ialah menggambarkan Indonesia adalah negeri kebangsaan kita. Dari satu kebangsaan itulah, diharapkan Indonesia bisa bersatu. Dalam seloka ini juga digambarkan bahwa Indonesia merupakan tanah milik nenek moyang yang wajib dijaga dan akan menjadi tanah yang abadi.
Terakhir, pada seloka penutup menggambarkan suatu prospek atau harapan kemajuan Indonesia. Tanah, rakyat dan bangsa diharapkan selalu berusaha untuk maju agar menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar. Seloka penutup ini merupakan suatu pengharapan agar bangsa Indonesia sadar untuk menuju Indonesia Raya.
Eksegesis yang lain yakni dari Lilis Nihwan menyatakan bahwa dalam lirik lagu Indonesia Raya mengandung proses penanaman nilai-nilai nasionalisme bangsa Indonesia. Ratusan tahun Indonesia berada dalam cengkraman kolonialisme. Sya’ir Indonesia Raya mengingatkan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak ada kekuatan tanpa persatuan dan kesatuan. Begitu juga tidak ada persatuan dan kesatuan tanpa adanya musyawarah. W.R. Soepratman menegaskan secara tegas-tegasnya bahwa semua anak bangsa itu adalah bangsa Indonesia.
Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat kita simpulkan betapa pentingnya menjaga nilai-nilai nasionalisme dalam diri kita, sebab di zaman yang serba modern ini, kepedulian untuk membela dan mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia bagi generasi bangsa mulai memudar di mana medsos merupakan faktor yang dominan dalam hal ini. Oleh sebab, diharapkan bagi masyarakat Indonesia, terutama para generasi penerus bangsa untuk memahami serta mengimplementasikan makna-makna yang terkandung dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, bangsa Indonesia tahan uji dari segala tantangan, cobaan dan persoalan hidup dalam berbangsa dan bernegara karena mampu mengatasinya. Sehingga, Indonesia akan betul-betul menjadi “Indonesia Raya” seperti yang dicita-citakan oleh bangsa.
Daftar Pustaka
Lestari, Psupita, “Lagu-Lagu Karya W.R. Soepratman dalam Menumbuhkan Wawasan Kebangsaan Tahun 1926-1938”, dalam Avatara, Vol. 2, No. 3, Oktober 2014.
Mintargo, Wisnu, Musik Revolusi Indonesia, Yogyakarta: Ombak, 2008.
Nihwan, Lilis, W.R. Supratman “Guru Bangsa Indonesia”, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2018
Nugroho, F.X., “Analisis Struktur Lirik Lagu Indonesia Raya Ciptaan W.R. Soepratman” dalam Harmonia, Vol. IV, No. 3, Desember 2005.
Sularto, Bambang, Wage Rudolf Supratman, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah, 1985.

Post a Comment for "Wage Rudolf Soepratman dan Peran Lagu Indonesia Raya dalam Mewujudkan Sikap Nasionalisme Bangsa"