Pengertian Fikih dan Ushul Fikih Menurut Syaikh Abu Ishaq al-Syairazi
Dalam menggali suatu hukum tentunya kita tidak lepas dari istilah fikih dan ushul fikih. Kedua istilah tersebut sangat erat untuk menemukan suatu hukum. Sehingga, bagi seseorang yang berlabel mujtahid salah satunya adalah harus mahir tentang ushul fikih agar tidak ada kekeliruan dalam mencetuskan suatu hukum. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai definisi fikih dan ushul fikih serta penjelasannya.
Baca Juga: Wage Rudoolf Soepratman dan Peran Lagu Indonesia Raya dalam Mewujudkan Sikap Nasionalisme Bangsa
Baca Juga: Keutamaan-Keutamaan bagi Para Ahli Al-Qur'an
Apa itu fikih?
Fikih adalah suatu istilah yang di dalamnya memuat hukum-hukum syari’ah yang digali melalui ijtihad.
Hukum-hukum syari’ah di sini yakni ada tujuh:
1. Hukum wajib
Yaitu hukum yang ketika meninggalkannya akan mendapatkan siksa seperti shalat lima waktu, menunaikan zakat (bagi yang mampu), menepati janji dan lain sebagainya.
2. Hukum Sunnah
Yaitu apabila mengerjakannya akan mendapatkan pahala dan apabila meninggalkannya tidak mendapatkan siksa seperti mengerjakan shalat-shalat sunnah, shadaqah sunnah dan hal-hal lainnya yang nantinya dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.
3. Hukum Mubah
Yakni tidak mendapat pahala apabila mengerjakannya dan tidak mendapatkan siksa apabila meninggalkannya seperti tidur, menggunakan pakaian yang lembut, berjalan dan lain sebagainya.
4. Hukum Mahdzur (Haram)
Adalah mendapatkan siksa apabila mengerjakannya dan tidak mendapatkan siksa apabila meninggalkannya seperti melakukan zina, homoseksual, ghasab, mencuri dan maksiat-maksiat lainnya yang dilarang oleh syari’at.
5. Hukum Makruh
Adalah hukum yang lebih afdal untuk ditinggalkannya dan tidak disiksa apabila mengerjekannya seperti shalat di atas pundak unta, menutupi semua badannya dengan pakaiannya sehingga tidak tampak sesuatu apapun dari tangannya dan lain-lain dari segala sesuatu yang tidak disenangi dan dapat menurunkan pahala dari suatu amal ibadah.
6. Hukum Sahih
Adalah berkenaan dengan suatu hal yang dapat berpengaruh (pada hukum) dan dapat menghasilkan sesuatu yang dituju seperti jual beli. Logikanya dalam jual-beli ada tukar-menukar antara penjual dan pembeli dengan itulah dapat dikatakan sahih, sebaliknya tanpa adanya tukar-menukar maka dapat dikatakan jual beli yang rusak (fasid).
7. Hukum Batil
Adalah sesuatu yang tidak berpengaruh dan tidak dapat sampai pada suatu yang dituju seperti shalat tanpa melakukan wudhu’ terlebih dulu dan menjual sesuatu yang bukan miliknya maka, hukumnya batal. Jadi yang dimaksud berpengaruh di sini adalah berpengaruh pada eksistensi hukum tersebut.
Apa itu Ushul Fikih?
Ushul fikih adalah dalil-dalil yang mana dengan dalil tersebut dapat memproduksi fikih dan merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk sampai pada dalil secara global. Jadi dapat kita pahami bahwa esensi dari definisi ushul fikih adalah suatu metode untuk menggali hukum fikih dan untuk menempatkan suatu dalil secara terperinci.
Baca Juga: Hukum Bermakmum pada Imam yang Shalat dalam Keadaan Duduk
Baca Juga: Batasan "Makmum Mendahului Imam" yang membatalkan dan yang tidak membatalkan shalat
Adapun yang dimaksud “dalil-dalil” di sini adalah khitabullah (firman Allah) dan sabda Rasul-Nya yang juga meliputi dari segi perbuatan dan ketetapannya. Juga konsensus para ulama, qiyas, serta, ketetapan pada hukum dasar jika tidak ditemukan dalil dari ijma’ dan qiyas tersebut.
Sementara yang dimaksud dengan “sesuatu yang dapat digunakan untuk sampai pada dalil secara global” yakni pembahasan terperinci tentang dalil-dalil tersebut dengan memandang dari beberapa sisi dan urutan-urutannya. Sehingga, dapat menghasilkan suatu hukum secara ijmal atau global.
Adapun sumber utama dalam hal ini adalah khitab atau firman Allah dan sabda Rasul-Nya yang merupakan sumber dasar bagi selainnya. Di dalam dalil atau khitab ini memuat beberapa pembagian kalam yakni hakikat dan majaz, amar dan nahi, ‘am dan khas, mujmal dan mubayyan serta nasikh dan mansukh. Kemudian, perbuatan dan ketetapan Rasulullah saw karena perbuatan dan ketetapan tersebut juga berlaku sebagaimana ucapannya untuk dijadikan sumber. Lalu, akhbar (ungkapan para sahabat) yang juga dapat digunakan untuk mengetahui perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw.
Setelah itu, baru masuk pada pendapatnya para ulama’ (ijma’ ulama’) karena konsensus para ulama’ tersebut juga kembali pada Al-Qur’an dan hadis. Kemudian menggunakan metode qiyas di mana qiyas ini juga bersumber dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fikih merupakan suatu produk (hukum) yang sebelumnya sudah dikelola oleh ushul fikih yang kemudian dapat ditentukan mengenai hukumnya dari wajib, haram, sunnah dan selainnya. Adapun usul fikih sendiri sebagaimana yang dijelaskan tadi yakni metode untuk memproduksi fikih dengan memandang beberapa dalil yang terperinci dan tertib yang sumber dasarnya adalah Al-Qur’an dan hadis kemudian, baru ijma’ ulama’ dan qiyas. Sehingga, dapat mengasilkan hukum fikih yang lebih maslahah. Wallahu A’lam.
Sumber dinukil dari kitab al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh karya Syaikh Abu Ishaq al-Syairazi, hlm, 83.
Post a Comment for "Pengertian Fikih dan Ushul Fikih Menurut Syaikh Abu Ishaq al-Syairazi"