Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tingkatan Ikhlas dalam Ilmu Tasawuf

 

Tingkatan Ikhlas dalam Ilmu Tasawuf

Dalam mengerjakan amal kebaikan atau amal ibadah seperti shalat, bersedekah dan membantu orang lain, semuanya memiliki efek dan timbal-balik yang berbeda, sesuai dengan terpaksa atau tidak terpaksanya seorang hamba dalam melakukan hal tersebut. Dalam beribadah, shalat misalnya, apakah seorang hamba dapat dikatakan ikhlas sementara ia melaksanakan shalat dengan mengharap pahala dan agar dijauhkan dari api neraka atau agar dia dikatakan ikhlas maka harus benar-benar karena Allah tanpa embel-embel pahala.

Oleh sebab itu, untuk mengetahui lebih dalam mengenai tingkatan ikhlas seorang hamba, dalam tulisan ini akan dijelaskan uraiannya agar kita tidak mudah menyamakan porsi ikhlas orang awam dengan orang yang sudah makrifat kepada Allah swt.

Dalam kitab Hikam karya Ibnu Atha’illah al-Sakandari yang kemudian disyarahi oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim dijelaskan bahwa segala amal perbuatan adalah bentuk yang tegak sementara ruhnya adalah ikhlas. (Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syarh al-Hikam [Surabaya: Maktabah Imaratullah, t.th], 11)

Setiap hamba memiliki tingkatan keikhlasan yang berbeda-beda. Tingkatan ikhlas bagi seorang hamba (orang awam) adalah amal perbuatannya selamat dari riya’ baik riya’ yang jelas (jalli) atau riya’ yang samar (khafi) kemudian ia juga tidak melakukan amal perbuatan baik itu kecuali karena Allah swt dengan berharap mendapatkan pahala dan agar dijauhkan dari siksa.

Sementara tingkatan ikhlasnya (muhibbin) orang-orang yang cinta kepada Allah adalah melakukan amal kebaikan karena Allah dengan tujuan memuliakan-Nya tanpa disertai tujuan mendapatkan pahala dan dijauhkan dari siksaan-Nya. Sebagaimana perkataan Rabi’ah Adawiyah, “aku tidak menyembah karena takut neraka-Mu, dan aku tidak menyembah karena mengharap mendapat surga-Mu.”

Lalu, tingkatan yang paling tinggi adalah ikhlasnya orang-orang yang ma’rifat kepada Allah swt, yakni persaksian mereka adalah tertuju kepada Allah swt semata demikian dengan gerak-gerik dan diamnya tanpa harus menceritakan kebaikan-kebaikan yang ada pada diri mereka sendiri dan semua amal kebaikan yang mereka lakukan semata-mata adalah karena Allah swt sebab pada hakikatnya tidak ada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah swt.

Tingkatan yang ketiga ini merupakan tingkatan yang paling tinggi, sementara tingkatan yang kesatu dan yang kedua di atas masih melakukan amal kebaikan disertai dengan embel-embel surga dan melakukan kebaikan karena memuliakan Allah swt sementara yang ketiga ini ia tidak memiliki tujuan apapun baik agar mendapat pahala atau dijauhkan dari neraka, melainkan murni karena untuk melaksanakan perintah Allah swt.

Oleh sebab itu, seorang hamba yang melakukan ibadah karena Allah namun, juga disertai dengan mengharap pahala dan agar dijauhkan dari neraka maka ia masuk dalam tingkatan yang pertama atau tingkatan paling rendah. Apabila beribadah dengan tujuan mengangungkan dan memuliakan Allah tanpa ada embel-embel mendapat pahala dan jauh dari neraka maka ia masuk dalam tingkatan yang kedua dan seterusnya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

 

 

 

 

 

 

Post a Comment for "Tingkatan Ikhlas dalam Ilmu Tasawuf"