Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KRITERIA PENGERTIAN (KONSEP), PROPOSISI DAN BENTUK PENALARAN


Dalam suatu istilah terdapat definisi namun, setiap orang yang membacanya terkadang mengalami kendala atau kesalahan dalam menarik kesimpulan dari definisi tersebut. Definisi yang baik ialah ketika definisi tersebut telah memenuhi beberapa syarat yang sesuai dengan kaidah yang akan dijelaskan.

Proses penarikan kesimpulan yang benar harus sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan yaitu berdasarkan logika. Sedangkan untuk pengaplikasiannya disebut dengan pengetahuan ilmiyah. Adapun untuk memperoleh pengetahuan tersebut ialah melalui dua penalaran yakni, penalaran deduktif dan penalaran induktif.

Logika induksi ialah menarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang sifatnya individual. Loika deduktif   ialah cara berpikir dengan menarik kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum.

Pasalnya, sebagaimana disebutkan di atas dalam menarik suatu penalaran, terkadang terdapat kendala atau tidak disadari salah dalam penarikannya. Banyak sekali faktor terjadinya hal tersebut. Oleh sebab itu, guna agar kita dijauhkan dari penalaran yang rancau, dalam tulisan ini terdapat tiga pembahasan yakni tentang apa itu pengertian atau konsep, apa yang dimaksud dengan penalaran serta apa itu proposisi dan kriterianya dari masing-masing pembahasan.

Konsep (Pengertian)

Kata konsep berasal dari “Concipere: kata kerja” yang memiliki arti mencakup, mengandung, menyedot dan menangkap. Adapun kata bendanya adalah conceptus, yang artinya tangkapan. Maka, konsep ialah hasil tangkapan intelektual atau akal budi manusia. Pengertian atau konsep terdapat dalam sesuatu jika memiliki ciri esensial (ciri pokok, ciri primer, ciri hakikat). Ciri-ciri tersebut menunjukkan terhadap hakikat sesuatu atau menunjukkan pada keadaannya. Semua ciri tersebut harus ada dalam objek, jika hilang maka, objek tersebut bukan objek itu lagi. Kedua, konsep harus memiliki ciri eksidental yang merupakan ciri sampingan, ciri secondaire dan ciri jadian. (Muhammad Rakhmat, 2013: 45).

Menurut Sidi Gazalba, yang termasuk ciri aksedensi ialah sifat, jumlah, hubungan, aksi, pasivitas, isi, waktu dan situasi. Misalnya ialah benda yang disebut dengan “meja”. Ciri esensialnya adalah memiliki alas yang cukup lebar untuk meletakkan sesuatu serta mempunyai hakikat penyangga. Sedangkan ciri eksidentalnya adalah bentuk alasnya atau ujud kakinya.

Ciri esensial dapat pula dikatan ciri komprehensi atau konotasi (intensi) yakni, ciri yang menunjukkan pada kualitas, karakteristik dan keseluruhan arti yang tercakup dalam satu term. Sedangkan komprehensi adalah muatan atau isi konsep suatu term. Misal, komprehensi rasional, beradab, berbudaya dan sebagainya untuk term manusia. Ciri eksidental dapat juga disebut dengan ciri ekstensi yang mengacu pada luasnya cakupan, kuantitas, bidang atau lingkungan konsep suatu term.

Oleh sebab itu, perlu memahami cara membentuk pengertian atau konsep agar dapat mengetahui ciri-ciri di atas. Menurut para ahli, untuk membentuk pengertian yaitu dengan mengenali ciri esensi objek dan membuang ciri eksidensinya. Jika ditilik dari sudut sumbernya, konsep atau pengertian dikelompokkan menjadi dua macam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Langveled yakni sebagai berikut:

1.      Konsep (pengertian) a priori: merupakan suatu definisi yang telah terdapat pada budi sebelum pengalaman. Jenis pertama ini merupakan bawaan sejak lahir. Imam al-Ghazali r.a menamakannya dengan “awali” atau ilmu “daruri”. Kemampuan ini sudah ada sejak lahir sebagai modal pokok. Konsep ini berlaku umum.

2.      Konsep (pengertian) a posteriori: pengertian yang baru pada akal budi setelah mengalami pengalaman. Jenis kedua ini merupakan hasil pengamatan terhadap sesuatu. Iama al-Ghazali menakannya dengan ilmu “Nadhari” atau ilmu “Muktasab” konsep ini berlaku khusus. (Muhammad Rakhmat, 2013: 48).

Kedua konsep di atas tidak dapat dipisahkan diantara satu sama lainnya. Sebab, teori dan prakter harus berjalan bersama. Teori tanpa praktek tidaklah berisi, sedangkan praktek tanpa teori tidaklah berarti.

Jika konsep dikelompokkan ke dalam sudut bagiannya maka, dibagi menjadi dua macam. Pertama, isi pengertian yaitu, kesatuan ciri yang menentukan definisi suatu hal. Kedua, lingkaran pengertian yaitu, jumlah hal dimana isi berlaku sepenuh baginya.

Begitu juga, isi dan lingkaran pengertian, keduanya merupakan suatu hal yang utuh, menyinggung isi pengertian, bermakna secara implisit menyentuh pula lingkaran pengertian. Hal ini juga berlaku pada sebaliknya. Jika isi pengertian meluas maka, lingkaran pengertian pun menyempit. Sebagaimana bagan berikut:

Isi pengertian

 

 

Lingkaran pengertian

Alas duduk; kaki

Kursi depot; kursi makan; kursi tamu; kursi kuliah

 

Alas duduk; kaki; sandaran; lengan;

Kursi kulih




 

 

 

 

 

Pengertian dibagi menjadi dua yaitu, pengertian berciri tungal (ada, abadi, tuhan). Dan pengertian berciri ganda (alam, tumbuhan, manusia). Sementara dari segi lingkaran (jumlah benda), pengertian dibagi menjadi empat macam; pengertian universal (semua), pengertian partikular (sebagian), pengertian singular (tunggal) dan pengertian kommon (wakil). (Muhammad Rakhmat, 2013: 49).

Cara kerja akal budi pada tingkat ini, manusia secara langsung melihat, mempersepsi, menangkap atau mengerti sesuatu objek tertentu. Hal tersebut dapat melalui panca indra atau melalui kegiatan berpikir. Sehingga, lahirlah gagasan atau ide untuk mewujudkan sesuatu agar menjadi sebuah konsep.

Setelah menemukan pengertian atau konsep lalu, mengumpulkannya menjadi definisi, proses ini disebut dengan memindahkan ke dalam kalimat atau menuliskan dan mengucapkannya. Syarat rumus definisi ialah harus benar-benar menggambarkan pengertian objek yang ada dalam jiwa kita. Proses ini merupakan kemampuan dasar bagi setiap orang yang berminat mempelajari sebuah ilmu pengetahuan.

Secara umum definisi dapat dibedakan menjadi dua macam:

1.            Definisi Nominal (literer; etimolgi): definisi tersebut merupakan definisi yang bukan sesungguhnya, ia sangat bertentangan dengan arti yang dimaksudkan. Oleh sebab itu, kita harus menghindari definisi tersebut dalam karya-karya ilmiyah. Definisi ini dapat dicari dalam kamus. Contoh: Ekonomi berasal daria kata Yunani, “oikos” dan “Nomos” yang artinya aturan rumah tangga. Sosiologi berasal dari kata Latin” Socius” artinya teman atau sahabat dan logos berarti ilmu.

2.            Definisi real: yaitu definisi yang menjelaskan tentang konsep yang kita maksud dengan cara menyebutkan unsur-unsur pokok atau ciri-ciri utama dalam konsep tersebut.

Diantara definisi di atas, hanya definisi real yang memiliki cabang. Ia dapat berupa definisi hakiki yaitu, definisi yang dirumuskan untuk menyebut genus proximum (kelas terdekat) dan membedakan spesifik. Misalnya Gajah adalah mamalia (Merupakan genus proximum) yang berbelai atau memiliki gading (pembedaan spesifik). Juga dapat berupa definisi gambaran yakni, definisi yang dibuat untuk menyebutkan ciri-ciri konsep yang dimaksudkan. Ia juga bercabang berupa definisi sebab-akibat yaitu, definisi yang dirumuskan dengan menggunakan hubungan sebab dan akibat dalam menjabarkan konsep atau pengertian. Misalnya “banjir adalah bencana alam yang terjadi karena meluapanya air sungai dan bobolnya tanggul sungai”. Sedangkan yang terakhir ialah definisi tujuan yaitu, definisi yang dibuat untuk menjelaskan tujuan, maksud atau manfaat dari sebuah pengertian.

Definisi tidak boleh dibuat sembarangan karena jika dibuat sembarangan maka, akan berdampak kebingungan baik dari segi konsep yang akan hendak diarahkan kemana dan orang yang menerima definisi tersebut. Untuk menghindari hal tersebut maka, ada empat syarat yang harus dipenuhi:

1.         Ciri esensi yang disebut tidak boleh berlebihan dan atau tidak boleh kurang

2.         Tidak memakai kata yang berulang-ulang

3.         Tidak memakai perkataan yang terlalu umum

4.         Tidak memakai kata negatif

Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa aturan membuat definisi ialah sebagai berikut:

1.      Defenisi dapat dibolak-balik antara konsep dan rumusannya, jika setelah dibolak-balik tidak ditemukan konsep lain, maka definisi tersebut sudah tepat

2.      Defenisi tidak boleh menggunakan bentuk negatif, dengan menggunakan kata “tidak” atau „bukan”

3.      Defenisi tidak menyebutkan konsep dalam rumusan, Contoh rumah sakit adalah tempat merawat orang sakit

4.      Defenisi tidak menggunakan kata kiasan, atau kata-kata yang tidak mengandung artin ganda atau bias.

Proposisi

Ketika kita hendak memverbalisasikan suatu konsep melalui kata-kata maka, pada hakikatnya kita telah menetapkan suatu proposisi pula. Sehingga, dapat dirumuskan bahwa proposisi adalah pernyataan atau ekspresi verbal sebuah keputusan dengan membenarkan atau mengingkari (menyalahi) suatu hal. (Ainur Rohman Hidayat, 2018: 93)

Proposisi dapat disebut afirmatif apabila di dalamnya terdapat sebuah term yang meneguhkan term lainnya. Misal, term predikat yang meneguhkan term subjek. Contoh: Aula STAIN itu indah sekali. Term “indah sekali” disebut dengan term predikat sedangkan term “Aula STAIN” disebut dengan term subjek. Oleh sebab itu, proposisi ini disebut dengan afirmatif sebab predikat (indah sekali) memberikan peneguhan pada subjek. Berbeda dengan proposisi “Mr. Bean itu tidak membosankan” Proposisi tersebut bersifat negatif, term “membosankan” dipisah dengan “Mr. Bean” sebab tidak sesuai dengan realitas Mr. Bean. Oleh sebab itu, kata “tidak” menjadi pemisah gagasan bahwa Mr. Bean orangnya membosankan; predikat mengingkari subjek yang menjadikan proposisi tersebut bersifat negatif. (Ainur Rohman Hidayat, 2018: 94)

Suatu hal yang perlu dipahami dalam proposisi bahwa ia mempunyai tiga bagian yakni, subjek (S), predikat (P) dan kopulanya (K) yang menjadi tanda untuk menyatakan hubungan anatar subjek dan objek. (Muhammad Rakhmat, 2013: 68).

Proposisi memiliki tiga komponen pokok yakni:

1.      Ts (Term Subjek)

2.      Kopula (Penghubung)  

3.      Tp (Term Predikat)

 

Ketiga unsur tersebut hanya terdapat pada proposisi kategoris standar. Proposisi disebut dengan proposisi kategoris jika apa yang menjadi term predikat diakui atau diingkari secara mutlak (tanpa syarat) atas apa yang menjadi term subjek. Misalnya proposisi “Ayah membaca surat kabar”. Ialah disebut dengan proposisi kategoris “membaca surat kabar” (term predikat) dapat diakui tanpa syarat tentang “ayah” (term subjek). Demikian juga proposisi “Emilia tidak lulus ujian” merupakan proposisi kategoris karena “lulus ujian” (term predikat) diingkari secara mutlak tentang Emilia (term subjek). (Muhammad Rakhmat, 2013: 69).

Adapun proposisi kategoris, dapat dikatakan standar jika telah memenuhi dua syarat: pertama, ketiga unsur (subjek, predikat dan kopula) dinyatakan secara eksplisit. Kedua, sama-sama berstruktur kata benda dalam term subjek dan term predikatnya. Sehingga, proposisi “Lidia cantik” tidak termasuk proposisi kategoris standar. Jelasnya, ia disebut dengan proposisi non-standar sebab term kopulanya tidak dinyatakan secara eksplisit dan term subjek serta term predikatnya berbeda struktur: Lidia (term subjek) berstruktur kata benda sedangkan cantik (term predikat) merupakan kata sifat. Apabila proposisi tersebut ingin dijadikan standar maka, kalimatnya harus menjadi “Lidia adalah wanita yang cantik”.

Suatu kalimat dapat dinyatakan proposisi apabila telah memnuhi beberapa syarat berikut ini:

a.       Mengandung term subjek dan term predikat yang dihubungkan dalam sebuah pernyataan;

b.      Mengandung sifat pengakuan atau pengingkaran;

c.       Mengandung nilai benar atau salah

Penalaran

Penalaran secara etimologi ialah berasal dari raticinium yang memiliki arti sebagaimana berikut:

1.      Proses penarikan kesimpulan dari peranyataan-pernyataan

2.      Penerapan logika dan atau pola pemikiran abstrak dalam memecahkan masalah atau tindakan perencanaan

3.      Kemampuan untuk mengetahui beberapa hal tanpa bantuan langsung persepsi inderawi atau pengalaman langsung.

Penalaran ialah sebuat proses dalam berfikir untuk merumuskan pengetahuan secara teoritis. Salah satu makhluk yang dapat menalar ialah manusia sehingga, penalaran hanya dapat dikaitkan dengan berfikir, bukan berlaku pada kegiatan perasaan yang juga bisa dialami oleh manusia. (Muhammad Rakhmat, 2013: 54).

Penalaran memiliki dua bentuk yakni, penalaran deduksi dan penalaran induksi. Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:

1.      Penalaran Induksi

Penalaran ini ialah didasarkan pada generalisasi suatu pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki. Kemudian, berdasarkan pengetahuan atau pengalaman tersebut, dirumuskan atau disimpulkan suatu pengetahuan atau pengalaman baru. Penalaran ini ialah berpikir dengan menarik kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum. (Urbanus Ura Weruin, 2017: 387)

Contoh:

Premis:                                              

Doni melanggar lalu lintas, bukanlah orang yang menaati hukum

Jodi Melanggar lalu lintas, bukanlah orang yang menaati hukum.

Johan melanggar lalu lintas, bukanlah orang yang menaati hukum.

Budi melanggar lalu lintas, bukanlah orang yang menaati hukum.

Kesimpulan:

Semua orang yang melanggar lalu linta, bukanlah orang yang menaati hukum. 

Contoh tersebut merupakan induksi dalam pengertian generalisasi induksi. Generalisasi induktif merupakan proses penarikan kesimpulan umum (universal) dari fakta, data, dan kenyataan tertentu atau berdasarkan proposisi singular.

Logika Induksi ialah menarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang sifatnya individual. Misalnya, fakta kambing bahwa ia memiliki mata, kucing punya mata begitu juga anjing dan berbagai hewan lainnya. Maka, dari fakta-fakta tersebut dapat ditarik kesimpulan umum bahwa semua binatang memiliki mata. (Muhammad Rakhmat, 2013: 39).

Adapun keuntungan yang dapat diambil dalam logika Induktif ialah, pertama, Ekonomis karena dengan penalaran induktif, keanekaragaman, corak dan segi dalam kehidupan dapat direduksi atau dikurangi menjadi beberapa pernyataan. Beberapa pengetahuan yang didapat oleh manusia bukan merupakan koleksi/kumpulan dari berbagai fakta, melainkan esensi dari beberapa fakta tersebut. Begitu juga pengetahuan, ia bukan merupakan alat untuk membuat reproduksi dari objek tertentu, melainkan untuk menekankan pada struktur dasar fakta yang ada. (Muhammad Rakhmat, 2013: 39).

Kedua, dengan menggunakan logika induktif, dapat melakukan penalaran lanjut. Secara induktif, pernyataan yang umum dapat disimpulkan terhadap pernyataan yang lebih umum lagi.

2.      Penalaran Deduksi

Penalaran deduksi ialah penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang ditarik merupakan kemestian diturunkan dari pangkalnya (H.A Kadir Sobur, 2015: 402). Penalaran deduksi ialah kebalikan dari penalaran induksi yakni, menarik kesimpulan umum ke khusus

Contoh:

Semua pencuri harus dihukum menurut hukum, Johan seorang pencuri.

Konklusi:

 Johan harus dihukum menurut hukum.

Pada proposisi pertama dalam premis (Semua pencuri dihukum menurut hukum) disebut dengan premis mayor. Sedangkan proposisi yang kedua dalam premis tersebut ialah premis minor. Adapun konklusi merupakan penyimpulan yang ditarik dari premis yang ada dalam proposisi. Silogisme terdiri dari beberapa term yakni, subjek (S), predikat (P), dan term tengah (M). Fungsi premis (M) ialah sebagai penghubung antara premis mayor dan minor. Jika dikonsepkan, bentuk logis ialah inti dari logika. Dalam artian bahwa validitas sebuah argument ditentukan oleh bentuk logisnya, tidak hanya isinya. (H.A Kadir Sobur, 2015: 402)

Kesimpulan

Sebelum membahas penalaran, konsep atau pengertian dan proposisi yang penulis bahas terlebih dulu kemudian, baru pembahasan penalaran, tujuannya ialah sebagai penyempurna atas pembahasan yang diangkat. Konsep yang merupakan hasil tangkapan intelektual atau akal budi manusia memiliki ciri esensial (ciri pokok, ciri primer, ciri hakikat). Pengertian dibagi menjadi dua yaitu, pengertian berciri tungal (ada, abadi, tuhan). Dan pengertian berciri ganda (alam, tumbuhan, manusia). Sementara dari segi lingkaran (jumlah benda), pengertian dibagi menjadi empat macam; pengertian universal (semua), pengertian partikular (sebagian), pengertian singular (tunggal) dan pengertian kommon (wakil).

Adaun proposisi adalah pernyataan atau ekspresi verbal sebuah keputusan dengan membenarkan atau mengingkari (menyalahi) suatu hal. Proposisi memiliki tiga komponen pokok yakni:

1.      Ts (Term Subjek)

2.      Kopula (Penghubung)  

3.      Tp (Term Predikat)

Sedangkan Penalaran ialah sebuat proses dalam berfikir untuk merumuskan pengetahuan secara teoritis. Penalaran dibagi menjadi dua yakni, penalaran induktif dan penalaran deduktif. Adapun penalaran induktif yaitu, berpikir dengan menarik kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum. Sementara penalaran deduktif ialah berpikir dengan menarik kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum.  Dengan memahami pembahasan yang telah dipaparkan di atas, cukup kiranya agar kita tidak terjebak dalam penalaran yang rancau baik dari suatu oposisi atau pengertian.

Daftar Pustaka

Hidayat, Ainur Rahman, Filsafat Berpikir; Teknik-Teknik Berpikir Logis Kontra Kesesatan Berpikir, Pamekasan: Duta Media, 2018

Muhamad Rakhmat, Pengantar Logika Dasar, Bandung: t.tp. 2013.

Ura Weruin, Urbanus, Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum dalam konstitusi (Vol. 14, No. 2 Juni 2017)

Sobur, H.A Kadir, “Logika dan Penalaran dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan” dalam Tajdid (No. 2, Vol. XIV, Juli 2015)

Post a Comment for "KRITERIA PENGERTIAN (KONSEP), PROPOSISI DAN BENTUK PENALARAN"