Ragam Musyahadah (Persaksian) Nabi Muhammad Saw dalam Kitab Al-Muntakhobat

Sayyidina Syaikh Ahmad bin Al-Mubarok r.a bertanya kepada gurunya Syaikh Abdul Aziz bin Mas’ud al-Hasani tentang sabda Rasul saw kepada kaum Asy’ariyin, “Demi Allah! Saya tidak menemukan kendaraan bagimu”, setelah selang waktu, beliau saw tidak mengatakan apapun kecuali dengan perkataan yang semestinya, juga tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang benar.
Beliau (Abdul Aziz bin Mas’ud) r.a menjawab, “Nabi tidak berbicara kecuali dengan ungkapan yang benar dan tidak berkata kecuali dengan perkataan semestinya. Ungkapan dan perkataan Beliau saw keluar sesuai dengan perilaku batin dan musyahadahnya (persaksiannya).
تارة فى مشاهدة الذات العلية وفي هذه المشاهدة: لذة عظيمة لا تكيف ولاتطاق ولايماثلها شئ في الدنيا وهي لذة اهل الجنة
Dalam suatu kesempatan, Beliau menyaksikan Dzat Yang Maha Luhur, dan dalam musyahadah seperti ini terdapat kelezatan yang besar, yang tidak bisa dibayangkan, tiada seorangpun yang mampu melakukannnya dan tiada bandingnya di dunia. Kelezatan ini adalah kelezatan penghuni surga.
Dalam kenikmatan lainnya, Beliau saw menyaksikan Dzat Allah, Kekuatan dan Pengaruh kekuasan-Nya. Dalam musyahadah ini terdapat rasa takut, cemas serta gelisah. Hal ini disebabkan Rasul saw merasakan pengaruh dan kekuasaan-Nya.
Dalam dua musyahadah tersebut, Rasulullah saw sirna dari mahluk serta tidak melihat satupun dari mereka. pembahasan ini telah lalu dalam hadis yang artinya, “Tidaklah samar malaikat Jibril a.s bagiku…”
Dalam kesempatan yang lain, beliau saw menyaksikan kekuatan Dzat Allah beserta menyaksikan semua mahluk, sehingga Beliau saw menyaksikan bahwa kekuatan Allah berjalan pada semua mahluk. Dalam musyahadah yang ketiga ini, Beliau saw mampu menyampaikan syari’at, membimbing mahluk dan menghantarkan mereka kehadirat Allah Yang Maha Esa.
Semua ungkapan Nabi saw tidaklah terlepas dari tiga musyahadah ini, yakni terkadang Beliau saw berada pada musyahadah yang pertama, musyahadah yang kedua dan terkadang berada pada musyahadah yang ketiga.
Sementara hadis di atas, diutarakan oleh Beliau saw dalam musyahadah yang kedua. karena Beliau Saw sirna dalam menyaksikan Dzat Allah dan kekuatan Dzat-Nya, dan Beliau saw dari dirinya sendiri apalagi dari yang lainnya.
Sehingga, tatkala kaum Asy’ariyin bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah! Berilah aku kendaran!” Pada saat itu Rasulullah saw dijumpai oleh musyahadah yang kedua ini, sehingga Beliau saw berkata, “Demi Allah! Saya tidak mendapatkan kendaraan.” Ungkapan ini merupakan ungkapan yang semestinya.
Kemudian, ketika Rasul saw kembali pada musyahadatul kaainat (menyaksikan semua mahluk), dan bersamaan waktunya dengan datangnya onta, maka Beliau saw berjalan sesuai dengan ketetapan musyahadah ini dan konsekwesinya, yakni mengikuti semua perintah dan melaksanakan hak-haknya mahluk. Sehingga, Beliau saw bekata, “Dimana kaum Asy’ariyin? Panggilah mereka!” Lalu, Beliau saw memberikan onta pada kaum tersebut dan sebagian dari mereka berkata, “Wahai Rasulullah engkau telah bersumpah tidak akan memberikan kendaraan kepada kami, sekarang engkau telah memberikannya kepada kami?” Beliau saw menjawab dengan jawaban yang memberikan ketetapan bahwa sumpah Beliau saw pada awalnya karena sesuai dengan tuntutan musyahadah Beliau saw pada waktu itu, jawaban tersebut adalah “Saya bukan orang yang memberi kendaraan kepada kalian, akan tetapi Allah-lah yang memberi kendaraan kalian,”
Beliau meneruskan, “yakni sesungguhnya saya bersumpah bahwa saya bukan orang yang memberi kendaraan kepada kalian dan saya tidak memiliki kendaraan, inilah yang ada, sesungguhnya yang memberikan kendaraan kepadamu adalah Allah swt, bukan saya”.
Demikian pemberitaan Beliau saw, Beliau saw tidak berkata kecuali dengan perkataan yang sesungguhnya dan tidak berbicara kecuali dengan ungkapan yang benar.
Kenapa Beliau saw membayar kafarat (tebusan) atas sumpah Beliau? Sebagaimana pernyataan Beliau saw, “Sesungguhnya saya tidak bersumpah pada sesuatu, lalu saya melihat selainnya itu lebih baik, kecuali saya akan membayar kafarat dari sumpahku, dan saya akan melakukan sesuatu yang terbaik”.
Syiakh al-Qutub Abdul Aziz bin Mas’ud Al Hasani r.a menjawab atas pernyataan tersebut, “Rasulullah saw tidak membayar kafarat sumpah dalam kisah tersebut, adapun pernyataan Beliau saw dalam hadis, ‘Sesungguhnya saya tidak bersumpah pada sesuatu, saya melihat selainnya itu lebih baik, kecuali saya akan membayar kafarat dari sumpahku, dan saya akan melakukan sesuatu yang terbaik’, itu merupakan permulaan ungkapam sebagai pemberian landasan hukum dan kaidah syara’. Sedangkan dalam konteks cerita di atas Beliau tidak membayar kafarat sumpah sama sekali.”
Hal ini sesuai dengan pembahasan para pembesar Ulama dan cendikiawan seperti Sayyidina Syaikh Hasan Al-Bashri dan yang lainnya r.a. Akhirnya, hanya milik Allah-lah keabsahan kema’rifatan Syaikh yang agung ini.
Referensi: Achmad Asrori Al-Ishaqy, Al-Muntakhobat fi Rabitatil Qalbiyah wa Shilatur Ruhiyah, Trj. Juz. I (Surabaya: Al-Wava, 2009),
Post a Comment for "Ragam Musyahadah (Persaksian) Nabi Muhammad Saw dalam Kitab Al-Muntakhobat"