Pengertian dan Urgensi Tafsir Maudhu’i Pada Era Kekinian
Dilihat dari segi aspek sejarah, persoalan mengenai tafsir sebenarnya sudah ada sejak turunnya wahyu pertama kali kepada Rasulullah saw. Pada masa Rasulullah kegiatan penafsiran tidak seperti sekarang yang secara garis besar bertumpu pada ijtihad ulama’ namun, waktu itu para sahabat langsung menanyakan kepada Rasul hingga wafatnya beliau.
Singkatnya, tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Sebagaimana diketahui mengenai klasifikasi tafsir mulai dari tafsir bi al-Ma’tsur yang penafsirannya dengan mencantumkan riwayah-riwayah dari Rasulullah, Sahabat dan Tabi’in, hingga berkembang dan muncullah tafsir bi al-Ra’yi atau tafsir yang lebih mengandalkan ijtihad dengan akal. Sementara klasifikasi tafsir jika ditinjau dari segi metodenya maka terbagi menjadi tafsir tahlili, tafsir maudhu’i, tafsir muqarin dan tafsir ijmali. Adapun fokus tulisan ini adalah tentang urgensi dari tafsir maudhu’i.
Secara etomilogi, tafsir maudhu’i terdiri dari dua kata yakni tafsir dan maudhu’i. Tafsir sendiri secara bahasa yaitu memiliki beberapa arti diantaranya berarti al-Kasyaf atau al-Bayan (menyingkap atau menjelaskan), sedangkan secara istilah adalah ilmu yang mengungkap tentang makna dari ayat-ayat Al-Qur’an dan menjelaskan apa yang dimaksud oleh Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Adapun kata “Maudhu’i” diambil dari kata Wadha’a yang memiliki arti meketakkan sesuatu pada suatu tempat. Arti secara istilahnya yaitu suatu konsep atau segala suatu hal yang terkait dengan kehidupan manusia yang menyangkut dari segi akidah, prilaku sosial kemasyarakatan atau apa saja yang nampak di alam yang dikemukakan oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Tafsir maudhu’i, setelah ia berdiri sendiri atau telah mengalami independensi dan menjadi corak dalam penafsiran Al-Qur’an maka, para ahli memberikan beberapa definisi salah satunya yaitu “ilmu yang membahas tentang suatu tema tertentu dalam Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan beberapa ayat yang terkait dengan tema tersebut dalam beberapa surat Al-Qur’an atau dalam satu surah saja”. (Aisyah, 2013: 27).
Sementara menurut Muhammad Baqir al-Sadr, metode tafsir maudhu’i adalah metode tafsir yang berupaya untuk mencari jawaban Al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayatnya yang memiliki tujuan yang satu serta membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya, kemudian memeperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat lain kemudian mengistinbathkan hukum (Moh. Tulus Yamani, 2015: 277).
Dari pengertian itu juga dapat kita pahami bahwa dalam proses menafsiri dengan metode maudhu’i ini maka, akan ada upaya konterktualisasi ayat tentunya juga menyesuaikan dengan tema yang diangkat misalnya tentang pendidikan karakter perspektif Al-Qur’an maka, kita bisa mengumpulkan beberapa ayat yang relevan dengan tema tersebut. Sehingga, tafsir mudhu’i sangat dibutuhkan untuk menanggapi perubahan zaman. Sementara definisi dari Muhammad Baqir tadi, memiliki kemiripan antara tafsir maudhu’i dan tafsir tahlili. Dikatakan demikian karena tentunya tafsir maudhu’i dalam pengaplikasiannya juga mengandung metode-metode tafsir sebelumnya semisal mirip dengan tafsir tahlili.
Mustafa Muslim dalam “Mabahis fi Tafsir Maudhu’i” memberi penjelasan mengenai kenapa tafsir maudhu’i menjadi signifikan atau penting dalam hal perkembangan tafsir dan problemetikanya, beliau menyatakan; pertama, metode maudhu’i ini bertujuan untuk menghindari problem dan kelemahan metode tafsir yang telah berkembang sebelumnya. Kedua, manafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi adalah salah satu cara terbaik menafsirkan Al-Qur’an. Ketiga, pembahasan dalam tema yang tertentu, juga dengan melihatnya melalui perspektif keilmuan tentunya sangat berguna terhadap penelitian yang bersifat ilmiyah. Kesimpulan yang dihasilkan dapat mudah dipahami sebab ia membawa pembaca kepada petunjuk Al-Qur’an tanpa mengemukakan beberapa pembahasan secara terperinci dalam satu disiplin ilmu saja. Keempat, dengan metode ini, memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan antara satu dengan yang lain dan sekaligus menjadi bukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat (Mustafa Muslim, 1997: 30).
Sebagaimana yang telah saya sebutkan di atas bahwa metode tafsir mudhu’i ini sangat relevan dalam menanggapi kasus kekinian. Lebih jelasnya Ali Hasan al-Aridh menyebutkan beberapa pernyataan mengenai urgensi tafsi maudhu’i kini pada era sekarang yakni:
1. Tafsir maudhu’i, dalam pengaplikasiannya ialah dengan menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang termuat dalam beberapa surat yang sesuai dengan tema yang diangkat. Maka, mencakup pula dalam pengambilan sumbernya yaitu dengan bi al-Ma’tsur. Sehingga, dengan metode ini maka, akan menghindarkan mufassir dari kesalahan.
2. Dengan menghimpun ayat-ayat tadi, mufassir akan mengetahui relevansi dan relasi dari ayat-ayat tersebut.
3. Dengan metode maudhu’i seorang pengkaji mampu memberikan suatu pemikiran dan jawaban yang utuh dan tuntas tentang suatu tema dengan cara mengetahui, menghubungkan dan menganalisis secara komprehensif terhadap semua ayat yang berbicara tentang tema tersebut.
4. Dengan metode ini seorang pengkaji mampu menolak dan menghindarkan diri dari kesamaran-kesamaran dan kontradiksi-kontradiksi yang ditemukan dalam ayat.
5. Metode maudhu’i sesuai dengan perkembangan zaman modern dimana terjadi diferensiasi pada tiap-tiap persoalan dan masing-masing.
6. Masalah tersebut perlu penyelesaian secara tuntas dan utuh seperti sebuah sistematika buku yang membahas suatu tema tertentu.
7. Dengan metode maudhu’i orang dapat mengetahui dengan sempurna muatan materi dan segala segi dari suatu tema.
8. Metode maudhu’i memungkinkan bagi seorang pengkaji untuk sampai pada sasaran dari suatu tema dengan cara yang mudah tanpa harus bersusah payah dan menemui kesulitan.
9. Metode maudhu’i mampu menghantarkan kepada suatu maksud dan hakikat suatu masalah dengan cara yang paling mudah, terlebih lagi pada saat ini telah banyak bertaburan ”kotoran” terhadap hakikat agama-agama yang kemudian tersebar doktrin-doktrin kemanusiaan dan isu-isu yang lain, sehingga sulit untuk dibedakan (Aisyah, 2013: 28).
Dari beberapa penjelasan di atas maka, telah sampai pada kita bahwa tafsir maudhu’i tidak hanya sekedar relevan begitu saja tapi ia juga dapat membantu kita lebih mudah untuk memahami isi atau kandungan ayat Al-Qur’an secara komprehensif mengenai tema yang diangkat. Walau demikian kiranya tidak salah dengan perkataan bahwa “Setiap metode pasti ada kekurangannya” maka, dalam tafsir maudhu’i ini kita hanya dapat fokus pada satu tema saja, tidak pada yang lainnya. Dalam artian tema yang diangkat terbatas misalnya permasalahan tentang “Perempuan Dalam Al-Qur’an” pada pembahasannya, mufassir akan menjelaskan dengan mengumpulkan ayat-ayat yang berhubungan dengan wanita entah itu dari segi kedudukan dalam keluarga, menutup aurat, dan lain sebagainya, tidak membahas tema-tema yang lain.
Daftar Pustaka
Muslim, Mustafa, Mabahits fi Tafsir Maudhu’i, Damaskus: Dar al-Qalam, 1997.
Yamani, Moh. Tulus, “Memahami Al-Qur’an Dengan Metode Tafsir Maudhu’i” dalam J-PAI, No. 2, Vol. 1 Januari 2015.
Aisyah, “Signifikasi Tafsir Maudhu’i dalam Perkembangan Penafsiran Al-Qur’an” dalam Tafsere, No. 1, Vol. 1 2018.
Post a Comment for "Pengertian dan Urgensi Tafsir Maudhu’i Pada Era Kekinian"