Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kenapa Semua Ayat Al-Qur’an Tidak Berupa Ayat Muhkam?

 

Kenapa Semua Ayat Al-Qur’an Tidak Berupa Ayat Muhkam?

Dalam Al-Qur’an, ayat-ayat yang tertuang di dalamnya secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yakni ayat mutasyabih dan ayat muhkam. Hal ini berlandaskan ayat Al-Qur’an dalam Surah Ali Imran ayat 7 yang artinya “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat…” (Q.S Ali Imron [3]: 7).

Namun, dalam hal ini para intelektual muslim berbeda pendapat, setidaknya terdapat tiga pendapat sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Al-Suyuthi dalam kitab “al-Itqan”-nya yang diriwayatkan dari Ibnu Habib An-Naisaburi. Pendapat pertama menyatakan semua ayat dalam Al-Qur’an adalah muhkam. Pendapat pertama ini berdasarkan ayat 1 surah al-Hud yang berbunyi:

كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ

“Inilah Kitab (Al-Qur’an) yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi…” (Q.S al-Hud [11]: 1).

Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa semua ayat dalam kitab suci Al-Qur’an masuk ke dalam kategori mutasyabih berdasarkan firman Allah:

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Qur’an yang serupa ayat-ayatnya…” (Q.S al-Zumar [39]: 23)

Kemudian pendapat yang ketiga, yang menurut al-Suyuthi adalah pendapat yang paling sahih menyebutkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dibagi menjadi ayat muhkam dan ayat yang mutasyabih.

Dalam menjawab perbedaan pendapat pertama dan kedua di atas, al-Suyuthi menengah-nengahi yakni maksud dari semua ayat yang muhkam ialah memandang bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang sempurna, selamat dari kekurangan dan perselisihan. Sementara maksud dari semua ayat Al-Qur’an itu mutasyabih ialah memandang bahwa ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat yang lainnya memiliki keserupaan dalam hal kebenaran dan keindahan.

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut. Lantas kenapa ayat-ayat Al-Qur’an – sebagaimana pendapat yang sahih tadi – dikategorikan menjadi ayat muhkam yang dapat didefinisikan sebagai ayat yang dapat diketahui maknanya secara jelas dan ayat mutasyabih yakni ayat yang masih belum jelas maknanya dan perlu ditakwil? Mengapa Allah swt tidak menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an menjadi ayat muhkam saja agar lebih diketahui maknanya dan tidak menimbulkan keraguan karena mengandung banyak makna? Tentu saja, persoalan ini perlu dikupas tuntas agar tidak terjerumus ke dalam kebimbangan dalam beragama Islam.

Seorang mufassir dari cendikiawan muslim dari golongan mu’tazilah, Abu al-Qasim Mahmud bin Muhammad bin Umar al-Khuwarizmi al-Zamakhsyari al-Hanafi al-Mu’tazili atau dikenal dengan sebutan Imam Zamakhsyari yang merupakan kreator kitab Tafsir “al-Kasyaf”memberikan alasan yang sangat kompleks dan logis atas persoalan yang dipaparkan di atas. Beliau mengatakan, sebagaimana dikutip oleh Ignaz Goldziher dalam bukunya “Madzhab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern”:

“Andaikan Al-Qur’an itu seluruhnya muhkam, tentu manusia akan bergantung padanya karena kemudahannya, dan mereka tidak akan membutuhkan lagi pada apa yang dinamakan dengan perenungan dan pengujian. Andaikan mereka melakukan itu, niscaya mereka menyia-nyiakan jalan untuk mencapai pengetahuan tentang Allah dan keesaan-Nya. Karena dalam mutasyabihat terkandung ajaran-ajaran dan perbedaan-perbedaan antara kebenaran dan tipuan”

Argumen ini – jika dikontekstualisasikan dalam permasalahan yang diangkat – sangat sesuai dengan perintah yang ada di dalam Al-Qur’an itu sendiri di mana seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an sangat dianjurkan untuk mentadabburi (berangan-angan) untuk menggali maknanya.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82)
“Maka tidaklah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya” (Q.S al-Nisa’ [4]: 82)

Zamakhsyari sendiri menafsiri ayat “Yatadabbarunalqur’an” dengan berangan-angan dan berusaha untuk memahami kandungan makna yang ada di dalamnya. Jadi, adanya ayat Al-Qur’an terbagi menjadi ayat muhkam dan ayat mutasyabih merupakan anugerah dari Allah swt agar manusia merenungi makna yang ada di dalamnya. Lebih luasnya, agar manusia juga dapat merenungi kekuasaan-kekuasaan yang Allah tampakkan kepada mereka, sekaligus juga sebagai ujian, apakah dengan ayat mutasyabih tersebut manusia tetap beriman atau ingkar kepada Allah swt.

Ayat di atas juga menegaskan bahwa ayat muhkam dan mutasyabih tidaklah bertentangan, jikalau dinyatakan terdapat perselisihan antara ayat muhkam dan mutasyabih, dapat dikatakan bahwa orang tersebut kemampuan akalnya masih belum dapat/mampu untuk memahami ayat mutasyabih. Justru ayat muhkam dan mutasyabih tadi dapat membentuk simbiosis mutualisme untuk memberikan suatu pemahaman makna yang terkandung di dalamnya walaupun tidak secara eksplisit.

Dapat disimpulkan adanya ayat mutasyabih, sebenarnya mangandung hikmah yang sangat besar, terutama bagi umat Islam yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman. Hikmah-hikmah tersebut dapat diketahui dengan cara pikir yang reflektif dan kontemplatif disertai dengan keimanan dan ketakwaan yang kokoh agar tidak keluar dari koridor syar’i.

Wallahu A’lam.

 

Post a Comment for "Kenapa Semua Ayat Al-Qur’an Tidak Berupa Ayat Muhkam?"