Ngaji Tasawuf: Bintik Hitam dalam Hati Disebabkan Perbuatan Maksiat
Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia, sekecil apapun itu, kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt. Oleh sebab itu, seseorang yang melakukan perbuatan baik maka, akan dibalas oleh Allah dengan kebaikan pula bahkan melebihi kebaikan yang ia lakukan, demikian pula perbuatan jelek akan dibalas dengan balasan yang setimpal. Dalam perbuatan baik dan jelek, selain memberikan dampak pada hal-hal yang tampak (zahir), juga berdampak pada anggota batin seperti hati, misalnya.
Dalam ilmu tasawuf, jelek biasanya diibaratkan dengan warna hitam sementara perbuatan baik diibaratkan dengan warna putih. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa perbuatan baik atau jelek akan berdampak pada anggota zahir maupun batin, hal ini sesuai seperti yang dinyatakan oleh ulama’ tasawuf, salah satunya adalah Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya ada sebuah p-ernyataan tentang maksiat yang berdampak pada hati seorang hamba, bunyinya sebagaimana berikut:
إذا أذنب العبد ذنبا نكت في قلبه نكتة سوداء فإذا هو نزع وتاب صقل وإن عاد زيد فيها حتى يعلو قلبه
“Ketika seorang hamba melakukan perbuatan jelek (maksiat, dosa, menentang dan sebagainya) maka, akan memberikan bekas berupa titik hitam dalam hatinya. Jika ia bertaubat maka bitnik hitam tersebut akan hilang. Sementara jika ia melakukan perbuatan jelek lagi, titik tersebut akan bertambah hingga dapat menjadi belenggu dalam hati”
Dalam pembahasan tentang ini, Imam al-Ghazali juga mengutip perkataan Sahabat Ali r.a, yang menyebutkan tentang eksistensi keimanan dan kemunafikan seorang hamba bahwa keimanan seorang hamba akan memberikan bekas bitnik putih dalam hatinya, jika ia melakukan amal-amal kebaikan maka hati tersebut akan dihiasi dengan cahaya yang bersinar . Sebaliknya, kemunafikan akan menimbulkan bitnik yang sangat hitam, jika dilakukan secara terus-menerus akan menyebabkan hitamnya hati dan dapat menutupinya.
Dalam Al-Qur’an Allah swt menyebutkan:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14)
“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka” (Q.S al-Muthaffifin [83]: 14)
Ayat ini adalah sebagai celaan bagi mereka yang menentang, berbohong dan mereka yang beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah dogeng orang-orang terdahulu. Maka sesungguhnya perbuatan mereka itulah (tidak mempercayai Al-Qur’an dan menentangnya) sebagai penyebab hati mereka tertutup tanpa mereka rasakan. Sehingga mereka tidak dapat membedakan antara yang hak dan yang batil serta antara yang berbohong dan yang benar. (Al-Maraghi, 1946: 77)
Oleh sebab itu, untuk menghilangkan bitnik hitam yang sudah bertempat dalam hati maka, solusinya adalah mensucikan diri dengan bertaubat dan memohon ampunan (beristighfar) kepada Allah swt. Ada riwayat dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
إن الله سبحانه ليرفع الدرجة للعبد في الجنة فيقول يا
رب أنى لي هذه فيقول عز وجل باستغفار ولدك لك
“Sesungguhnya Allah swt benar-benar akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga. Lalu dia berkata: ‘Wahai Rab-ku, dari mana aku mendapatkan hal ini? Allah menjawab, ‘Dengan sebab istighfar anakmu untukmu’” (H.R Ahmad, Hadis Hasan)
Walhasil, sebagai orang yang beriman maka kita tidak boleh bermalas-malasan memohon ampunan kepada Allah swt baik memohon ampunan karena kejelekan atau karena melakukan hal baik agar kita selalu ada pada lindungan-Nya. Seseorang yang melakukan kemaksiatan maka akan berbekas bitnik hitam dalam hatinya, sehingga jika ia terlalu larut dalam kemaksiatan bitnik hitam itu akan terus menyebar hingga menutupi hati. Hal ini sangat berbahaya sebab hati yang sudah dilumuri kegelapan akan sulit untuk menerima nasihat atau kebaikan-kebaikan lainnya.
Post a Comment for " Ngaji Tasawuf: Bintik Hitam dalam Hati Disebabkan Perbuatan Maksiat "