Biografi Imam Suhrawardi Al-Maqtul
sumber gambar: hajij.com |
Nama lengkap Suhrawardi adalah Syihabuddin Yahya bin Habasy bin Amira’ Suhrawardi al-Maqtul. Beliau lahir di Suhrawardi, yaitu desa yang dekat dengan kota Zindan di Iran pada tahun 549 H/1153 M dan wafat di Aleppo pada tahun 587 H/1191 M. Beliau dijuluki al-Maqtul dan al-Syahid, sebab beliau meninggal karna dihukum oleh al-Malik al-Zahir, raja Aleppo dan siria utama atas suruhan Shalahuddin al-Ayyubi yang merupakan ayahnya. (A. Khudari Soleh, 2011: 3)
Suhrawardi memulai pendidikannya di Maraghah –sebuah kota yang kemudian menjadi terkenal karena munculnya Nasir al-Din al-Tusi (1201-1274 M) yang membangun observatorium Islam pertama—di bawah bimbingan Majdud al-Din al-Jilli, dalam bidang fiqh dan teologi.
Selanjutnya, Suhrawardi pergi ke Isfahan untuk lebih mendalami studinya pada Zahiruddin Qari dan Fakruddin al-Mardini (w. 1198 M), di mana orang yang disebut terakhir ini diduga sebagai guru Suhrawardi yang paling penting. Selain itu, ia juga belajar logika pada Zahir al-Farsi (Nasr menyebutnya Zahiruddin al-Qari) yang mengajarkan tentang pengamatan atau biasa disebut al-Bashair al-Nashiriyah dan kepada `Umar bin Sahlan al-Sawi (w. 1183 M), ahli logika terkenal sekaligus salah satu pemikir illuminasi awal dalam Islam, yang namanya disebut-sebut oleh Suhrawardi, khususnya dalam kaitan dengan permasalahan-permasalahan tertentu logika yang rumit.
Setelah menyelesaikan studinya, Suhrawardi melakukan perjalanannya ke Iran. Di sana ia menemui sejumlah syekh sufi dan sangat tertarik dengan sebagian dari mereka. Pada kenyataannya, ia memasuki lingkaran kehidupannya melalui jalan sufi dan cukup lama berkhalwat dalam mempelajari dan menekuninya. Perjalanannya secara bertahap meluas hingga mencapai Anathole dan Suriah yang pemandangan alamnya memukau. Pernah dalam perjalanannya, ia pergi dari Damaskus ke Aleppo untuk menemui Malik Zahir putera Salahuddin al-Ayyubi yang terkenal. Malik yang punya kecintaan khusus kepada para sufi dan sarjana, menjadi tertarik kepada pemikir muda Suhrawardi, lalu mengundangnya untuk tinggal di istana, Suhrawardi yang sudah sangat menyukai daerah ini, dengan senang hati menerima undangan tersebut dan tinggal di istana.
Saat di Aleppo, dalam usianya yang masih belia, Suhrawardi telah menguasai pengetahuan filsafat dan tasawuf begitu mendalam serta mampu menguraikannya secara baik. Bahkan Thabaqat al-Athibba’ menyebut Suhrawardi sebagai tokoh zamannya dalam ilmu-ilmu hikmah. Ia begitu menguasai ilmu filsafat, memahami usul fiqh, begitu cerdas dan begitu fasih ungkapannya.
Semua itu membuat memungkinkannya untuk mengalahkan lawan-lawannya dalam berdebat dan kepiawaiannya baik dalam filsafat diskursif maupun sufisme, membuatnya banyak dimusuhi orang, terutama di kalangan para ulama hukum (fuqaha). Belakangan, ulama-ulama tersebut menuntut kepada Malik Zahir, agar menjatuhi hukum mati terhadap Suhrawardi karena terbukti—demikian tuduhan fuqaha tersebut—menyebarkan doktrin-doktrin yang bertentangan dengan agama. Malik awalnya menolak. Maka mereka melanjutkan tuntutannya kepada Salahuddin al-Ayyubi secara langsung dan memperingatkan tentang bahaya kemungkinan tersesatnya akidah sang pangeran jika terus bersahabat dengan Suhrawardi. Shalahuddin sendiri yang terpengaruh isi surat segera memerintahkan putranya untuk menghukum mati Suhrawardi.
Akhirnya, pemikir yang sangat brilian ini harus mati di tiang gantungan, tahun 1191 M, dalam usia yang relatif muda, 38 tahun. . Demikianlah Syaikh al-Isyraq menerima nasibnya pada usia 38 tahun, sebagaimana yang diterima pendahulunya, al-Hallaj, yang cukup menarik baginya ketika masa hidupnya, dan ia sendiri banyak mengutip ucapan-ucapan al-Hallaj dalam buku-bukunya.
Post a Comment for "Biografi Imam Suhrawardi Al-Maqtul"