Ayat Pertama dan Ayat Terakhir yang Diturunkan dalam Al-Qur’an
Awal turunnya ayat Al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam kitab “al-Tibyan fi Ulum Al-Qur’an” karya Syaikh al-Shabuni yakni ayat pertama dari surah al-Alaq, hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan muslim yang bunyinya sebagai berikut:
أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ ] اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ [
“Awal turunnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimulai dengan ar ru’ya ash shadiqah (mimpi yang benar dalam tidur). Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi rasa ingin untuk menyendiri. Nabi pun memilih gua Hira dan ber-tahannuts. Yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya untuk mempersiapkan bekal untuk ber-tahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hira. Malaikat Jibril datang dan berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah)” (HR. Bukhari no. 6982, Muslim no. 160).
Adapun ayat yang turun terakhir adalah ayat ke-281 dari surah al-Baqarah berikut bunyinya:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (281)
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)” (Q.S al-Baqarah [2]: 281)
Pendapat ini adalah pendapat yang Shahih dan yang diunggulkan oleh mayoritas para ulama’ salah satunya adalah Imam al-Suyuthi di mana pernyataan ini bersumber dari riwayat Ibnu Abbas r.a sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuthi dalam al-Itqan-nya, meriwayatkan dari An-Nasa’i dari Ikrimah dari Ibnu Abbas r.a bahwa akhir ayat yang diturunkan adalah ayat:
وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ
Adapun jarak antara diturunkannya ayat ini dan wafatnya Rasulullah saw adalah Sembilan malam lalu, Rasul saw wafat pada malam Senin, tanggal tiga bulan Rabi’ul Awal, sebagaimana dijelaskan juga dalam Al-Itqan.
Sementara riwayat berbeda yang menyatakan bahwa ayat yang diturunkan terakhir adalah ayat:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (3)
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingat berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Q.S al-Maidah [5]: 3)
Dalam menanggapi pendapat ini, Ali al-Shabuni menyatakan ini adalah pendapat yang tidak benar sebab ayat ini diturunkan kepada Rasulullah saw pada saat beliau melaksanakan haji Wada’ (haji perpisahan) dan pada sat itu Nabi berada di Arafah. Jarak antara turunnya ayat 3 dari surah al-Maidah ini dan wafatnya Nabi Muhammad saw ialah delapan puluh satu hari. Kemudian sembilan hari sebelum wafatnya Nabi baru turunlah ayat yang terakhir yaitu “Wattaqu Yauman….”
Pendapat bahwa ayat tiga surah al-Maidah ini turun pada haji Wada’ juga diperkuat dengan riwayat dalam Sahih al-Bukhari bahwa suatu ketika ada seorang Yahudi yang datang kepada sahabat Umar bin Khattab, Yahudi tadi berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ayat yang ada dalam kitabmu, seandainya ayat itu diturunkan kepada kami (kaum Yahudi), tentulah kami jadikan (hari diturunkannya ayat tersebut) sebagai hari raya.” Kemudian Umar bertanya, “Ayat apakah itu?” Yahudi pun mengatakan, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu…(Q.S al-Maidah [5]: 3).
Lalu, Umar berkata pada laki-laki Yahudi tadi, “Demi Allah, sesungguhnya aku lebih mengetahui tempat dan waktu diturunkannya ayat ini. Ayat ini diturunkan pada saat Rasul saw ada di Arafah, pada hari Jum’at tepatnya setelah Ashar.” Oleh sebab itu, pendapat yang pertama adalah yang paling Sahih.
Demikian pula pendapat yang berbeda tentang ayat yang pertama diturunkan, riwayat lain menyatakan bahwa ayat yang pertama turun adalah ayat pertama surah al-Mudattsir, berlandaskan riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa Jabir pernah ditanya tentang ayat yang pertama kali turun, ia menjawab, “Yaa Ayyuhal Muddatstsir” Lalu, ditanya lagi, “Bukankah ayat Iqra’ Bismirabbika?” Jabir menjawab, “Aku tidak akan menceritakan kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah diceritakan oleh Rasulullah saw. Rasul saw bersabda, ‘Aku berdiam diri di goa Hira’ setelah selesai, aku pun beranjak keluar dan tiba-tiba aku mendengar seorang yang memanggilku maka, aku pun menoleh ke sebelah kananku, namun aku tidak melihat siapa-siapa, ke sebelah kiri, juga aku tidak melihat seseorang, ku arahkan pandanganku ke depan juga tidak ada seorangpun yang terlihat, akhirnya aku menoleh ke belakang, aku juga tidak melihat siapa-siapa. Lalu, aku mengangkat kepalaku dan ternyata aku melihat sesuatu di atas langit. Setelah itu, aku segera mendatangi Khadijah dan berkata, ‘Selimutilah aku, dan tuangkanlah air dingin pada tubuhku.’ Pada saat itulah, diturunkanlah ayat ini padaku (Yaa Ayyuhal Muddatstsir…).” (H.R Bukhari dan Muslim)
Maka, dalam menanggapi suatu riwayat yang secara teks bertentangan yakni manakah sebenarnya ayat pertama yang diturunkan, apakah Iqra’ Bismirabbika atau Yaa Ayyuhal Muddatstsir? Imam Suyuthi mengkompromikan bahwa riwayat tentang al-Mudatstsir ini adalah ayat yang turun secara sempurna setelah turunnya ayat “Iqra’” yang belum tuntas turun secara sempurna. Jadi, ayat “Iqra’-lah” yang terlebih dulu turun baru kemudian turun ayat “Ya Ayyuhal Mudatstsir” sebelum sempurna turunnya ayat “Iqra’ Bismirabbika”.
Hal ini dikuatkan dengan riwayat dari Jabir r.a, ia berkata:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْيِ فَقَالَ فِي حَدِيثِهِ فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَجَئِثْتُ مِنْهُ رُعْبًا فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَدَثَّرُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ إِلَى وَالرِّجْزَ فَاهْجُرْ}
Aku mendengar Rasul saw bersabda tentang peristiwa Fatratul Wahyi (Masa-masa kevakuman wahyu), “Ketika aku tengah berjalanan, tiba-tiba aku mendnegar suara yang berasal dari langit, maka aku pun mengangkat pandanganku kea rah langit, ternyata di atas terdapat malaikat yang sebelumnya mendatangiku di goa Hira’ tengah duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku merasa ketakutan hingga aku jatuh tersungkur ke tanah. Lalu, aku pun segera menemui keluargaku seraya berkata: ‘Selimutilah aku, selimutilah aku.’ Maka, keluargaku pun segera menyelimutiku, Akhirnya Allah Ta’ala menurunkan ayat: ‘Yaa Ayyuhal Muddatstsir.’”
Pada riwayat di atas, sabda Nabi tentang “terdapat malaikat yang sebelumnya mendatangiku di goa Hira’” menunjukan bahwa kisah ini muncul setelah turunnya wahyu “Iqra’ Bismirabbika” sebagai wahyu pertama di goa Hira’. (Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Dar al-Mawahib al-Islamiah, 2012, halaman 19)
Post a Comment for "Ayat Pertama dan Ayat Terakhir yang Diturunkan dalam Al-Qur’an"