Urgensi Literasi Digital di Era Revolusi 4.0
| Ilustrasi: Digination.ID |
Melek teknologi atau literasi digital merupakan suatu keahlian yang harus dimiliki oleh masyarakat masa kini yakni di abad ke-21 atau era yang dikenal dengan era revolusi 4.1 di mana teknologi informasi dan komunikasi meruapakan unsur utama di era sekarang ini seperti medsos yang di dalamnya memuat berbagai aplikasi, google, youtube, dan tiktok, misalnya. Sehingga hal tersebut menuntut masyarakat agar mengikuti perkembangan zaman yang cukup berkembang drastis, telah banyak dari masyarakat atau lembaga-lembaga yang memanfaatkan media-media online untuk mengakses pelajaran atau digunakan sebagai alat penghubung dari satu daerah ke daerah yang lain.
Namun, jika diamati dewasa ini, masih banyak dari masyarakat Indonesia utamanya, yang memiliki kompetensi literasi yang rendah walaupun sebagaian besar mereka adalah pengguna aktif internet. Terlebih lagi tersebarnya konten-konten negatif yang tersaji di media sosial dan dapat mempengaruhi masyarakat. Oleh sebab itu, disinlah pentingnya literasi digital teruatama bagi para pelajar dan masyarakat pada umumnya. Dengan berliterasi digital maka, diharapkan bagi setiap individu dapat lebih kritis di dalam memilah sumber-sumber yang ditemuinya, mana yang fakta dan mana yang hoax atau yang sifatnya provokatif dan lain sebagainya.
Hary Soedarto Harjono dalam penelitiannya menyatakan bahwa telah banyak dari para ahli yang mendefinisikan “literasi digital”, salah satunya yaitu Gilster, ia mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format yang berasal dari berbagai sumber yang telah disajikan oleh komputer. (Hary Soedarto Harjono, 2018: 3)
Adapun definisi yang lebih kompleks, dikutip dari Wikipedia, literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat dan patuh terhadap hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih tegas lagi, Gilster, sebagaimana yang dikutip oleh Doubitauliya (2020: 116) dalam penelitiannya yang berjudul “Literasi Digital dalam Peningkatan Kompetensi Peserta Didik Distance Learning di Homeschooling” menyatakan bahwa literasi digital mencakup penguasaan ide-ide dan bukan hanya sebatas penekanan tombol pada media digital. Ia lebih menekankan pada proses berpikir kritis tatkala berhadapan dengan media atau teknologi digital daripada kompetensi teknis sebagai keterampilan inti dari literasi digital. Oleh sebab itu, ada empat kompetensi dasar menurut Gilster yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat dikatan berliterasi digital, sebagaimana berikut:
1. Pencarian di Internet (Internet Searching)
Kompetensi pencarian di internet adalah sebagai sebuah kemampuan seseorang untuk menggunakan internet serta melakukan segala aktivitas di dalamnya. Kompetensi ini memuat beberapa komponen yaitu kemampuan untuk melakukan pencarian informasi di internet dengan cara menggunakan search engine serta melakukan berbagai aktivitas di dalamnya.
2. Pandu Arah (Hypertextual Navigation)
Dalam kompetensi ini, seseorang yang melakukan literasi digital, ia dituntut untuk dapat memahami suatu pandu arah di dalam suatu web atau sebagainya agar ia dapat melakukan pencarian dengan baik dan tidak tersesat di dunia digital dikarenakan penggunaan media digital sangat berbeda dengan buku.
Dalam kompetensi ini, mencakup beberapa komponen antara lain adalah pengetahuan tentang hypetext (sistem penyimpanan gambar, teks dan berkas) dan hyperlink (salah satu cara untuk menghubungkan satu bagian di dalam program dengan program lainnya atau halaman web dengan sebuah program) beserta bagaimana cara kerjanya, pengetahuan tentang perbedaan antara membaca buku teks dan browsing di internet, pengetahuan tentang cara kerja web meliputi tentang http, html dan url serta kemapuan untuk memahami karakteristik dari sebuah web.
3. Evaluasi Konten Informasi
Kemampuan dalam hal ini menjelaskan cara seseorang untuk berpikir kritis dan memberikan penilaian terhadap apa yang ditemukan secara online juga disertai dengan kemampuan unutk mengidentifikasi keabsahan dan kelengkapan informasi yang disajikan oleh link di web.
Kompetensi ini memuat beberapa komponen yaitu kemampuan membedakan antara tampilan dengan konten informasi yakni persepsi pengguna dalam memahami tampilan suatu halaman web, kemudian kemampuan untuk menganalisa latar belakang informasi yang dikunjungi yakni dengan cara mengetahui lebih jauh mengenai sumber atau referensi yang ditemui, kemampuan untuk mengevaluasi suatu alamat web dengan cara memahami segala macam domain untuk setiap lembaga ataupun domain milik negara tertentu, menganalisa halaman web dan juga pengetahuan tentang FAQ (frequently Asked Questions) dalam suatu group diskusi.
4. Penyusunan Pengetahuan
Kompetensi ini adalah sebagai suatu kemampuan untuk menyusun pengetahuan, membangun suatu kesimpulan yang diperoleh dari berbagai sumber dengan kemampuan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi fakta dan opini dengan baik. Biasanya, hal ini kerap kali dilakukan untuk kepentingan tertentu baik di pendidikan maupun pekerjaan.
Surangangga yang dikutip oleh Feri Sulianta dalam “Literasi digital, Riset, Perkembangannya dan Perspektif Social Studies” juga menjelaskan tentang pentingnya literasi dan literasi digital di era yang serba digital ini, ia menyebutkan bahwa kemampuan literasi dalam aspek kehidupan menjadi penyangga bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Literasi adalah keberaksaraan yakni kemampuan membaca dan menulis.
Sementara budaya literasi ditujukan untuk kemajuan berpikir yang diawali dengan kegiatan membaca dan menulis. Sehingga dapat tercipta sebuah karya yang diharapkan terjadinya perubahan tingkah laku dan budi pekerti. Adapun literasi media, literasi teknologi dan literasi visual merupakan kompetensi yang perlu diberdayakan dalam era teknologi dan internet.
Salah satu urgensi yang perlu untuk diketahui juga yakni sebagaimana dijelaskan oleh Sulianta bahwa literasi digital mampu menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis serta kretaif. Dengan berliterasi digital, masyarakat tidak akan mudah termakan atau terjerumus oleh isu yang provokatif, menjadi korban hoaks atau korban penipuan yang berbasis digital. Sulianta juga menjelaskan bahwa dalam rangka membudidayakan literasi digital tentunya perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. (Feri Sulianta, 2020: 5)
Dari penjelasan itu, tentunya sangat jelas betapa pentingnya literasi digital ini, di mana kita dan masyarakat pada umumnya tidak hanya dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dengan cara aktif bermedia sosial namun, kita juga harus dapat menggunakan media sosial tersebut sebaik mungkin. Artinya, tidak semua konten-konten yang disajikan di media sosial itu memang benar-benar positif tetapi juga banyak yang berbau negatif seperti hoaks, arisan online yang bermuara pada penipuan, artikel yang bersifat provokatif atau kepentingan-kepentingan politik lainnya. Sehingga, kita harus menganalisa, mengidentifikasi serta mengevaluasi konten-konten tersebut agar tidak terpengaruh dan dapat menjaga diri dari hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dalam membangun literasi digital di masyarakat maka, perlu kerja sama di antara mereka. Dalam hal ini, dapat kita mulai dari ruang lingkup terkecil seperti di sekolah, seorang guru perlu memberikan pemahaman kepada anak didiknya tentang media sosial, manfaat dan mudharatnya, misalnya. Namun, untuk merealisasikannya tentu tidak cukup hanya mengandalkan suatu lembaga saja tetapi yang sangat berperan penting juga yaitu didikan keluarga dan seterusnya. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan kondusif di era yang serba digital atau era revolusi 4.0 ini.
Post a Comment for " Urgensi Literasi Digital di Era Revolusi 4.0"