Adab-Adab Belajar dan Mengajar Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab pedoman umat Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Baginda Habibillah Rasulillah Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an berbeda dengan teks-teks yang lain dalam hal bacaan, yakni seseorang yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka, sepuluh kebaikan baginya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pengajar atau pelajar Al-Qur’an adalah orang yang paling utama sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw “Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan yang mengajarkannya” (H.R Bukhari).
Oleh sebab itu, ada beberapa ketentuan baik bagi pelajar atau pengajar Al-Qur’an yang perlu diketahui terutama tentang adab-adab membaca Al-Qur’an. Sebab sebagaimana yang disebutkan bahwa Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab lainnya. Al-Qur’an adalah kalamullah yang sangat agung sehingga untuk menggapai kebaikan-kebaikan di dalamnya dan menggapai ridha Allah maka harus disertai dengan adab.
Imam Nawawi dalam kitab “Tibyan fi Ulum al-Qur’an” menjelaskan beberapa adab baik bagi pengajar atau pelajar Al-Qur’an:
1. Hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu oleh guru dan pelajar Al-Qur’an adalah memperbaiki niat yakni membaca Al-Qur’an karena untuk menggapai ridha Allah saw. Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (5)
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah jalan yang lurus” (Q.S al-Bayyinah [98]: 5)
Dalam kitab shahihain (Imam Bukhari dan Imam Muslim) juga meriwayatkan suatu hadis yang masyhur yang berbunyi:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada ni’atnya. Dan sesungguhnya seseorang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan” (H.R Bukari dan Muslim)
Riwayat lain dari Ibnu Abbas:
انما يعطى الرجل على قدر نيته
“Sejatinya yang diberikan kepada seseorang tergantung pada besar niatnya”
Sehingga esensi dari ni’at tersebut berdampak pada tujuan kita dalam mempelajari atau membaca Al-Qur’an. Jika ni’at kita adalah karena menggapai ridha Allah maka, kita dapat melaksanakannya dengan ikhlas. Ustadz Abu Qasim al-Qusyairi berkata:
الاخلاص افراد الحق فى الطاعة بالقصد وهو ان يريد بطاعته التقرب الى الله تعالى دون شئ اخر: من تصنع لمخلوق او اكتساب محمدة عند الناس او محبة او مدح من الخلق او معنى من المعاني سوى التقرب الى الله
“Ikhlas adalah melaksanakan keta’atan yang disertai dengan tujuan yang benar. Maksudnya adalah dengan keta’atan seseorang tersebut dapat mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk selainnya seperti bertujuan karena untuk mahluk, agar dipuji mahluk atau agar dicintai oleh mereka dan juga hal-hal laun selain untuk mendekatkan diri dari Allah”
Ulama’ lain menyatakan ikhlas adalah mensucikan perilaku kita dari perhatian manusia. Dzun Nun memberikan kriteria atau tanda-tanda orang yang ikhlas; pertama, meluruskan ni’at dari pujian atau celaan manusia. Kedua, seakan-akan ia tidak melakukan suatu amal ketika ia mengerjakan suatu amal ibadah. Ketiga, mengharapkan pahala akhirat dari amal ibadah yang dilakukan.
2. Tidak bertujuan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat duniawi seperti harta, kehormatan, kemuliaan, agar unggul daripada yang lain, dipuji manusia atau agar mereka memanglingkan wajahnya pada kita dan lain sebagainya.
3. Pengajar Al-Qur’an tidak mengharapkan anak didiknya memberi sesuatu karena telah membacakan atau mengajari mereka, baik dari segi harta atau agar dibantu (Khidmah), walaupun bentuknya seperti hadiah, yang seandainya ketika tidak mengajar Al-Qur’an maka tidak akan diberikan kepadanya. Allah swt berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ (20)
“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian akhirat” (Q.S al-Styra [42]: 20)
Hal ini juga dipertegas dengan riwayat dari Abu Huraurah r.a yang berbunyi:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya surga” (H.R Abu Dawud)
Demikian adab-adab yang perlu diperhatikan bagi pelajar atau pengajar Al-Qur’an. Dengan beradab maka kita semua dapat dimudahkan untuk menggapai ridha ilahi dan keselamatan dunia dan akhirat disertai dengan ni’at yang baik dan tulus karena Allah.
Referensi: Imam Nawawi, al-Tibyan fi Ulum al-Qur'an (Beirut: Dar Ibnu Hazm), 21.
Post a Comment for "Adab-Adab Belajar dan Mengajar Al-Qur’an"