Adab Bertetangga dalam Islam

Islam adalah agama yang penuh dengan kasih sayang. Dalam Islam, hidup rukun merupakan moral yang sangat ditekankan. Orang yang dapat mengimplementasikan moral-moral tersebut, niscaya akan tercipta kehidupan dalam bertetangga atau bermasyarakat dengan tentram, aman dan nyaman.
Berbuat baik kepada tetangga merupakan bagian dari agungnya amal yang berlandaskan keimanan. Bahkan disebutkan, tidaklah seorang dikatakan beriman sebelum ia memberikan rasa aman kepada tetangganya.dengan dipercayainya orang tersebut oleh tetangganya.
Dalam kitab “Adab al-Islam fi Nizam al-Usrah” dikatakan bahwa para ulama’ salaf terdahulu, untuk mengetahui baik jeleknya perilaku seseorang, mereka melihat baik dan buruknya tetangga yang berada di sekelilingnya serta dengan cara menanyakan perihal seseorang tersebut kepada tetangganya. Jika tetangganya memuji dengan kebaikan-kebaikannya maka, hal tersebut sebagai dalil bahwa orang tersebut adalah orang baik yang mengikuti sunnah-sunnah Nabinya serta berpegang teguh pada akhlak yang bagus.
Oleh karenanya, termasuk bagian dari kebahagiaan seorang muslim, selain memiliki tempat yang luas dan kendaraan yang menyenagkan adalah memiliki tetangga yang baik pula. Rasulullah saw memberikan wasiat terutama kepada perempuan agar berbuat baik kepada tetangga, berikut hadisnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai kaum muslimat, janganlah seorang tetangga meremehkan pemberian untuk tetangganya, walaupun yang diberikan hanya berupa kikil kambing.”
Bahkan Rasulullah saw sendiri pernah berdo’a agar dijauhkan dari tetangga yang jelek, sebagaimana riwayat dalam kitab Adab al-Mufrad, dari Abu Hurairah r.a:
اللهم إني أعوذ بك من جار السوء في دار المقام فإن جار الدنيا يتحول
“Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan-Mu dari tetangga yang jelekdi Darul Muqam (Akhirat), karena sesungguhnya tetangga di dunia dapat berubah.” (H.R Bukhari)
Dalam Islam, dalam segi pemberian hak pada tetangga dapat dibagi menjadi tiga:
1. Jika tetangga kita non-Islam, maka ia tetap memiliki hak tetangga semisal saling memberi, menyapa dan berkunjung.
2. Jika tetangga kita sama-sama muslim, maka ia memiliki dua hak yakni hak Islam maksudnya adalah hak untuk melaksanakan apa yang diperintah dan yang dilarang dalam agama Islam dan hak yang kedua adalah hak sebagai tetangga.
3. Jika tetangga kita adalah sama-sama muslim yang sangat dekat maka memiliki tiga hak; hak Islam, hak tetangga dan hak sebagai kerabat.
Untuk bagian yang pertama, yakni tetangga yang non-Islam, ia juga memiliki hak tetangga semisal dalam ranah sosial seperti menyapa dan lain sebagainya, namun sebagai orang Islam kita tidak boleh mengikuti ajaran-ajaran atau condong pada agamanya.
Berbuat baik kepada tetangga merupakan bagian dari beriman kepada Allah dan hari akhir. Diceritakan dari Abu Syarih al-Khoza’i dari Rasulullah saw:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليحسن إلى جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaknya berbuat baik kepada tetanganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaknya ia memuliakan tamunya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaknya ia mengatakan kebaikan atau diam” (H.R Bukhari dalam Adabul mufrad)
Islam juga menganjurkan agar saling memberi kepada tetangga. Diceritakan dari Abdullah bin Umar r.a bahwa suatu saat ia menyembelih kambing. Kemudian beliau berkata kepada pembantunya, “Apakah engkau telah menghadiahkannya kepada tetangga kita yang Yahudi? Apakah engkau telah menghadiahkannya kepada tetangga kita yang Yahudi? Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya” (H.R Bukhari)
Syaikh Hasan pernah ditanya mengenai siapa yang termasuk dalam tetangga kita. Beliau menjawab yakni empat puluh rumah dari depan rumah kita, empat puluh rumah dari belakang rumah kita, empat puluh rumah dari sebelah kanan rumah kita dan empat puluh rumah dari sebelah kiri rumah kita.
Oleh karenanya, dalam menghadiahkan sesuatu maka, yang lebih berhak adalah tetangga yang lebih dekat dengan tempat tinggal kita, setelah itu baru tetangga yang agak jauh (jika memungkinkan). Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah r.a:
ولا يبدأ بجاره الأقصى قبل الأدنى ولكن يبدأ بالأدنى قبل الأقصى
“Dan tidaklah (menghadiahkan sesuatu) diawali dengan tetangga yang jauh sebelum tetanga dekat. Namun, yang lebih didahului adalah tetangga dekat sebelum tetangga jauh”
Meskipun hadis ini dari segi sanad merupakan hadis dhaif namun, bisa dijadikan pelajaran tentang bagaimana seharusnya dalam bertetangga. Logikanya andaikan tetangga jauh yang didahulukan dalam hal memberi makanan, misalnya, maka akan memiliki kemungkinan besar timbulnya kecemburuan sosial.
Siti Aisyah meriwayatkan suatu hadis:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِى؟ قَالَ :« إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا »
“Wahai Rasulullah sesungguhnya aku (siti Aisyah) memiliki dua tetangga manakah yang saya dahulukan?” Rasulullah menjawab, “Yang lebih dekat pintunya diantara keduanya denganmu” (H.R Bukhari)
Selain itu, salah satu adab dalam bertetangga dalam Islam ialah tidak menutup pintu ketika tetangga kita membutuhkan bantuan kita. Ibnu Umar r.a pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
حدثنا مالك بن إسماعيل قال حدثنا عبد السلام عن ليث عن نافع عن بن عمر قال : لقد اتى علينا زمان أو قال حين وما أحد أحق بديناره ودرهمه من أخيه المسلم ثم الآن الدينار والدرهم أحب إلى أحدنا من أخيه المسلم سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول
“Sungguh sudah datang kepada kami (para sahabat) suatu zaman yang mana orang yang hidup dalam zaman tersebut merasa saudaranya sesame muslimlebih berhak untuk memiliki dirham dan dinar yang dimiliki. Adapun pada saat ini, dinar dan dirham lebih dicintai oleh salah seorang diantara kita daripada saudara muslim. Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda:
كم من جار متعلق بجاره يوم القيامة يقول يا رب هذا أغلق بابه دونى فمنع معروفة
Berapa banyak tetangga yang akan bergantung (memegang tangan) tetangganya di hari kiamat sambil berkata ‘Wahai Rabku orang ini menutup pintunya dariku, dia enggan memberi apa yang ia miliki’” (Hadis Hasan, dalam kitab Adabul Mufrad)
Selanjutnya seorang muslim yang ideal maka ia tidak akan membiarkan tetangganya kelaparan. Jika kita dalam keadaan kenyang sementara tetangga kita kelaparan maka keimanan kita dapat dikatakan kurang sempurna. Dalam suatu riwayat dari Ibnu Zubair bahwa ia pernah mendengar Rasululah saw bersabda:
ليس المؤمن الذي يشبع وجاره جائع
“Bukanlah seorang mukmin (kurang sempurna imannya) dia yang kenyang sementara tetangganya kelaparan” (H.R Bukhari dalam Adab al-Mufrad, Sahih)
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwas salah satu keberuntungan seorang mukmin adalah memiliki tetangga yang baik dan saling mengerti. Adapun beberapa adab dalam bertetangga sebagaimana dijelaskan di atas, diantaranya adalah tidak menolak pemberian tetangga, tidak meremehkan dan bahkan menghinanya.
Islam mengajarkan untuk saling memberi kepada tetangga sementara yang lebih berhak untuk didahulukan adalah tetangga yang lebih dekat. Kemudian, jangan sampai menutup pintu untuk tetangga. Menutup pintu di sini tidak hanya menutup pintu ketika tetangga membutuhkan kita, namun juga berarti tidak mau memberikan hadiah atau mensedekahkan sebagaian harta kita kepada tetangga, sementara tetangga kita kelaparan.
Referensi: Sayyid Al-Maliki, Adab al-Islam fi Nidham al-Usrah. Halaman 71
Post a Comment for "Adab Bertetangga dalam Islam"